TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha hingga kini belum menemukan indikasi perusahaan pengelola transportasi darat berbasis aplikasi, Taksi Uber dan Grab Car, melakukan dumping. Dugaan ini sebelumnya dilontarkan ke dua perusahaan tersebut karena mereka memasang tarif lebih murah ketimbang perusahaan taksi konvensional.
“Sampai sekarang kami belum lihat adanya dumping,” ujar Ketua KPPU Pusat Muhammad Syarkawi Rauf di kantornya, Rabu, 23 Maret 2016. Dumping selama ini dikenal sebagai salah satu bentuk praktek persaingan usaha tak sehat karena mematok harga yang lebih rendah dibanding biaya produksi.
Syarkawi memastikan temuan komisi tersebut terlepas dari keputusan sejumlah negara melarang kegiatan operasional Taksi Uber. “Yang saya lihat, hampir semua negara lebih banyak menerima Taksi Uber daripada menolak taksi aplikasi itu,” katanya.
Syarkawi mengilustrasikan, di Amerika Serikat, negara asal Taksi Uber, setiap negara bagian memiliki kebijakan berbeda terhadap taksi berbasis aplikasi ini. Di New York, misalnya, Taksi Uber boleh beroperasi dengan syarat memakai pelat nomor tertentu dan pembayarannya menggunakan kartu kredit.
Dengan aturan main yang berbeda-beda, menurut Syarkawi, seharusnya operasionalisasi taksi online tidak perlu diterima sebagai sesuatu yang buruk. “Ini kan bicara soal inovasi yang memang cenderung mengganggu yang lama,” ujarnya. Tapi, daripada melarang, sebaiknya yang dilakukan adalah membuat regulasi baru soal taksi berbasis aplikasi ini.
Syarkawi menambahkan, dari hasil diskusi dan pengamatannya, diketahui struktur pembiayaan bisnis model ini ternyata rendah dan efisien. “Inilah yang membuat mereka bisa menerapkan ongkos yang murah.”
Berdasarkan hal itu, Syarkawi menuturkan bahwa pihaknya tidak lagi melanjutkan penyelidikan terhadap Taksi Uber dan Grab Car. “Tidak ada indikasi predatory pricing,” ucapnya.
BAGUS PRASETIYO