TEMPO.CO, Jakarta - Aliran dana gelap (ilicit financial flow) diperkirakan akan meningkat dalam beberapa tahun ke depan. Lemahnya pengawasan dan kurangnya transparansi dari lembaga terkait ditengarai menjadi penyebabnya.
Peneliti Perkumpulan Prakarsa Setyo Budiantoro mengatakan aliran dana gelap dapat dilakukan dengan manipulasi pajak dan bisa juga melakukan penyembunyian informasi sehingga perusahaan tersebut tidak membayar pajak sesuai dengan yang seharusnya. Apalagi, saat ini teknologi semakin canggih sehingga semakin mudah untuk menyembunyikan pajak.
Baca Juga:
Menurut dia, untuk mengetahui aliran dana ini perlu didorong untuk keterbukaan akses informasi. Tak hanya Indonesia tetapi juga semua negara yang ada. "Kuncinya adalah transparansi, sampai sekarang siapa yang mengawasi ini saja belum ada," kata Setyo di Jakarta, Sabtu, 20 Februari 2016.
Berdasarkan data Global Financial Integrity (GFI), pada 2013, aliran dana gelap di negara berkembang mencapai US$ 1,1 triliun. Jumlah ini meningkat 2,3 kali lipat dari satu dekade sebelumnya. Aliran dana gelap pada 2010-2014 apabila diakumulasikan nilainya mencapai Rp 914 triliun. Menurut Setyo nilai ini setara dengan jumlah uang beredar luas (M2) dalam periode yang sama.
Indonesia pada akhir 2015 menempati posisi kesembilan negara dengan aliran dana gelap terbesat. Bahkan, pada tahun 2007 menurut Setyo dana aliran gelap mencapai Rp 400 triliun atau 10,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Associate Reasercher Prakarsa Fachru Nofrian mengatakan saat ini aliran dana gelap masih belum dianggap sebagai isu yang seksi oleh pemerintah. Lembaga dan kementerian terkait masih fokus pada perekonomian global, sementara untuk faktor yang mempengaruhi aliran dana gelap, seperti suku bunga, investasi portofolio masih kurang diperhatikan.
Apalagi, menjelang pasar bebas Fachru mengatakan sebaiknya pemerintah mulai menaruh perhatian terhadap hal ini. Selain itu, pemerintah juga perlu memperjelas wewenang tentang siapa yang berkewajiban mengawasi aliran dana gelap. "Meski sudah mulai diperhatikan tapi pergerakannya masih lambat," ujar Fachru.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI