TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) menyampaikan, Pelindo II mengupayakan pembiayaan melalui berbagai pinjaman. Namun, penyelesaiannya dengan cara mengambil pinjaman baru.
"Hal ini terindikasi dari laporan Dewan Komisaris PT Pelindo II pada 31 Juli 2015," kata Sekretaris Jenderal SP JICT, Firmansyah dalam konferensi pers "Membongkar Carut Marut Pelindo II" di Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Senin, 21 Desember 2015.
Dewan Komisaris melaporkan, Pelindo II memakai dana global bond (surat utang negara) sebesar Rp 21 triliun untuk membayar hutang pinjaman sindikasi bank. Hutang yang dibayar itu nilainya Rp 6,7 triliun, pada 2014. "Terlihat, pengunaan global bond ini yang hanya untuk gali lubang, tutup lubang," ujar Firmansyah.
Laporan komisaris lainnya adalah terkait investasi yang tidak taat aturan. Menurut Firmansyah, upaya pembiayaan melalui cara tersebut adalah ambisi investasi yang tidak terkendali. Laporan komisaris juga terkait tata kelola, pengadaan alat, dan kontrak JICT. "Banyak kejanggalan dan banyak melibatkan pihak asing."
Ketua Serikat Pekerja JICT Nova Hakim mengatakan, perencanaan finansial Pelindo II tidak matang. "Tiap tahun bunganya besar, sekitar Rp 1 triliun," kata dia.
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan RJ Lino sebagai tersangka, Jumat, 18 Desember 2015. Lino menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II tahun 2010. Bareskrim Mabes Polri juga sedang mengusut pengadaan sepuluh mobil crane di Pelindo II.
REZKI ALVIONITASARI