TEMPO.CO, Jakarta - Penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) makin melambat per Oktober 2015.
Berdasarkan laporan analisis uang beredar yang diterbitkan Bank Indonesia, pertumbuhan tahunan KPR dan KPA per Oktober 2015 mencapai 7,6 persen, lebih rendah dari pertumbuhan tahunan per September 2015 sebesar 7,8 persen.
Total oustanding atau baki debit KPR dan KPA mencapai Rp 335,4 triiun, atau menyumbang kontribusi 55 persen terhadap total kredit properti yang mencapai Rp 612,1 triliun.
Secara keseluruhan, kredit properti juga masih mengalami perlambatan. Ini tercermin dari pertumbuhan tahunan per Oktober 2015 yang mencapai 12,1 persen, lebih rendah dari pertumbuhan tahunan bulan sebelumnya sebesar 13 persen.
Kredit properti yang melambat dipicu perlambatan pada kredit konstruksi yang tumbuh 16,8 persen, lebih rendah dari pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 20,1 persen. Sementara itu, kredit real estate mengalami perlambatan tipis. Pada September 2015, pertumbuhan kredit real estate mencapai 20,3 persen, sedangkan pada Oktober 2015 turun menjadi 20,2 persen.
Ketua DPP Real Estate Indonesia (REI), Eddy Hussy, mengatakan, pembiayaan perumahan oleh perbankan tersendat karena aturan kredit yang lebih ketat. Dia berharap, Bank Indonesia merelaksasi ketentuan kredit inden. "REI mengusulkan agar penyaluran kredit inden dibolehkan untuk fasilitas KPR kedua dan ketiga," ujarnya kepada Bisnis.com.
Hingga saat ini, penyaluran kredit inden hanya boleh dilakukan untuk fasilitas KPR pertama. Itu pun dengan skema pencairan bertahap sesuai progres pembangunannya.
Eddy menambahkan, relaksasi kredit inden untuk fasilitas KPR kedua dan ketiga tidak akan serta-merta meningkatkan risiko. Eddy beralasan, perbankan merupakan institusi keuangan yang mempunyai analisis risiko yang baku. "Bank sendiri kan pasti berhati-hati, dia punya penilaian risiko yang jauh lebih bagus," pungkasnya.