TEMPO.CO, Yogyakarta - Jumlah pedagang yang berpartisipasi di pasar malam perayaan sekaten yang resmi dibuka semalam ternyata menurun. Hal tersebut di antaranya dari masih ada sekitar 30 kaveling lahan di sisi selatan alun-alun yang belum terisi dari alokasi yang disediakan tahun ini sebanyak 843 kaveling di alun-alun tersebut.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta Sri Harnani menduga masih kosongnya sejumlah lahan ini karena adanya anggapan dari pengguna bahwa jaraknya terlalu jauh dari akses pintu masuk. “Sehingga dianggap kurang strategis untuk mengais rezeki,” ujarnya, Jumat malam, 4 Desember 2015.
Hal ini disayangkan karena tahun ini pihak pemerintah dan panitia perayaan sama sekali tidak memungut uang sewa untuk lahan kaveling tersebut. Lahan kaveling yang bisa disewa masing-masing berukuran 4 x 5 meter persegi untuk pedagang dan 16 x 10 meter persegi untuk permainan.
Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti menuturkan, sekaten menjadi tradisi di masa kini untuk mengangkat potensi ekonomi, religi, dan budaya melalui sebuah perayaan di penghujung tahun. "Selain pemberdayaan ekonomi lokal, masyarakat setiap hari bisa menyaksikan atraksi seni dan tradisi yang disajikan di sekaten," ujar Haryadi.
Sementara, di masa lalu, Haryadi mengungkapkan, sekaten sebagai peringatan syiar Islam di masa silam yang menggunakan media keramaian. Meskipun lebih singkat perayaannya tahun ini, tapi aspek budaya inti dari sekaten tetap ada. Budaya inti yang dimaksud berupa keluarnya dua perangkat gamelan keraton, Kyai Nogo Wilogo dan Nyai Guntur Madu, ke Pagongan Masjid Gedhe Kauman dan dimainkan selama sepekan hingga diarak kembali ke keraton.
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta Suyana menuturkan, perayaan sekaten tahun ini meskipun lebih pendek waktunya--tidak sampai 40 hari seperti tahun-tahun sebelumnya--justru dimanfaatkan untuk memaknai esensi pasar malam ini. “Dari sisi venue juga diarahkan menghadap masjid.”
PRIBADI WICAKSONO