TEMPO.CO, Batam – Keputusan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menunda kenaikan suku bunga acuannya pada bulan ini bakal membawa dampak negatif bagi Indonesia dan negara berkembang lain. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan keputusan The Fed bisa membuat spekulasi kian panjang. “Khususnya antara mata uang dolar dan mata uang negara berkembang, termasuk Indonesia,” kata Bambang saat ditemui di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, 18 September 2015.
Menurut Bambang, The Fed batal menaikkan suku bunga karena masih ada indikator perekonomian di Amerika yang belum sesuai dengan harapan, antara lain pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Padahal, kata dia, sinyal perbaikan ekonomi Amerika akan berdampak positif bagi Indonesia dan negara berkembang lain. Dengan demikian, belum ada kepastian mengenai prospek perekonomian negara-negara berkembang yang bergantung pada Negeri Abang Sam itu.
Guna mengantisipasi dampak spekulasi yang semakin panjang, Bambang mengatakan pemerintah bersama otoritas moneter, yakni Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, akan selalu menjaga stabilitas sektor keuangan. Salah satunya adalah mengontrol berbagai instrumen pasar, seperti obligasi dan likuiditas mata uang asing. Dia pun menjamin jika saat ini kondisi fundamental perekonomian nasional masih solid. “Kapan pun The Fed menaikkan suku bunga, kami sudah siap karena kurs rupiah saat ini sudah disesuaikan,” ujar dia.
Kemarin, The Fed masih mematok suku bunga acuan pada kisaran 0–0,25 persen. Gubernur The Fed, Janet Yellen, mengatakan pemulihan krisis sudah cukup baik dan ada yang berpendapat suku bunga bisa dinaikkan. Namun, kata dia, ketidakpastian global dan inflasi yang rendah memaksa The Fed tidak mengubah suku bunga. Yellen mengatakan The Fed tetap akan menaikkan suku bunga tahun ini, paling sedikit 0,25 persen. Ada kemungkinan hal itu diputuskan dalam pertemuan Oktober–Desember mendatang.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan isu suku bunga The Fed tidak akan berdampak baik untuk negara berkembang. “Spekulasi mungkin reda sementara waktu, tetapi pasar akan tetap dalam kondisi yang tidak pasti,” kata dia.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Tirta Segara mengatakan putusan The Fed akan terus menekan pasar uang. Namun, kata dia, Bank Indonesia telah melakukan antisipasi dengan mematok BI Rate di level 7,5 persen. “BI akan menjaga gejolak pasar uang, agar tidak terlalu drastis. Tidak perlu panik,” ujar dia. Tirta menilai tingkat volatilitas kurs rupiah tidak terlampau tinggi, yaitu 7–8 persen. “Ini akan dijaga, hingga sekecil mungkin.”
TIM TEMPO
Baca juga:
Guru Cantik di SMA Mundur Setelah Berpose Tak Patut di Video
Bisa Bicara dengan Binatang, Wanita Mampu Prediksi Bencana