TEMPO.CO , Jakarta: Pemerintah tak bisa menjamin takkan mengimpor beras. Musababnya pengendalian inflasi akibat kurangnya pasokan beras nantinya lebih diutamakan.
"Kami lihat hingga akhir Juni," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil, di kantornya, Jumat, 8 Mei 2015.
Menurut Sofyan, Badan Urusan Logistik (Bulog) masih akan berupaya menyerap beras 25-30 ribu ton di Mei dengan stok sementara 1.3 juta ton.
Ia menambahkan, suplai hasil panen dua bulan ke belakang sedikit meleset. Akibatnya, harga gabah dipasaran cukup tinggi. Namun, Sofyan menjamin Bulog akan membeli beras berapa pun harganya meskipun harganya akan turun nanti.
"Yang penting kita jaga inflasi meskipun harus impor jika stok kurang nantinya," katanya. Untuk sementara cadangan beras nasional Bulog cukup untuk empat bulan ke depan.
Pemerintah cukup optimistis Bulog akan mampu menyerap banyak beras ke depannya. Musababnya, pernyataan pemerintah ihwal impor beras akan membuat para spekulan berfikir kembali untuk menahan berasnya.
Selain untuk cadangan beras nasional, pemerintah juga akan memperbaiki kualitas beras baru untuk raskin. "Sekarang beras masih susah dan mahal, karena itu keputusan impor kami lihat capaian Bulog di akhir Juni nanti," kata Sofyan.
Sugiyono, ekonom Institute For Development Of Economics And Finance mengatakan pemerintah boleh mengimpor beras jikalau stok beras yang ada tak mencukupi untuk kebutuhan nasional. Hal tersebut juga disebutkan di dalam undang-undang negara.
"Mau bagaimana pun, pemerintah harus menyediakan dana kepada Bulog untuk memenuhi penyerapan pasokan nasional," katanya.
Menurut dia, alasan tak ada dana, menjadi alasan klasik dalam menyerap beras di pasaran. Untuk itu, sudah seharusnya pemerintah memberi perhatian khusus kepada alokasi dana bagi Bulog. "Menurut saya tak ada yang namanya mafia beras, kalau Bulog bisa menyerap beras dengan baik," kata dia.
ANDI RUSLI