TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan Gellwynn Jusuf mengatakan Indonesia akan kena sanksi akibat penangkapan ikan tuna pada akhir 2014. Sanksi tersebut dijatuhkan oleh Regional Fisheries Managament Organizations (RFMO), lembaga yang mengatur tentang penangkapan ikan tuna sirip biru atau blue fin. (Baca: Menentukan Nasib Tuna Sirip Biru di Doha)
Menurut Gellwynn, RFMO memberikan sanksi karena penangkapan tuna sirip biru di Indonesia sudah melampaui kuota. Nelayan di Indonesia, ujar dia, sudah menangkap 1.000 ton tuna sirip biru. "Ini empat kali lipat dari kuota yang ditentukan sebanyak 250 ton," ujarnya di Penang Bistro, Jakarta Pusat, Rabu, 1 Oktober 2014.
Gellwynn menuturkan kuota tersebut ditentukan oleh RFMO karena populasi tuna sirip biru kian menipis. Di sisi lain, ikan tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Menurut Gellwynn, saat musim tangkap, harga tuna sirip biru bisa mencapai ratusan juta rupiah per ekor. "Bahkan ada yang miliaran rupiah," ujarnya. (Baca: Ikan Tuna Termahal Laku Rp 17 Miliar/Ekor).
Saat ditanya mengenai bentuk sanksi yang akan diterima Indonesia, Gellwynn enggan memerinci. Namun, tutur dia, pemerintah akan terus berjuang agar Indonesia terbebas dari sanksi. "Kami juga berjuang agar bisa mendapatkan kuota yang lebih tinggi." (Baca: Pemerintah Minta Kuota Penangkapan Tuna Sirip Biru ditambah)
Pasar untuk tuna sirip biru ini tergolong sedikit. Sebab, hanya negara tertentu yang mau menerima ikan jenis itu. Menurut Gellwynn, salah satu pasar tuna sirip biru asal Indonesia yakni Jepang. "Jadi, seolah-olah kita diatur oleh pasar," katanya.
HUSSEIN ABRI YUSUF|
Berita Terpopuler
Soal Revisi UU KPK Bos KPK Serang Koalisi Prabowo
PAN: Jika Terbitkan Perpu, SBY Keblinger
SBY Siapkan Perpu Batalkan UU Pilkada
Begini Kemesraan Dua Terdakwa Pembunuh Ade Sara