TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai pengurangan subsidi energi melalui kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada 2013 sebagai bentuk reformasi struktural yang kuat. (Baca: Dampak Pemilu, Harga BBM Tak Bakal Naik).
Kenaikan harga BBM, menurut Agus, juga bisa dilakukan oleh pemerinta yang terpilih dari Pemilu 2014 dengan berpatokan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. "Apalagi, muncul perubahan sejumlah asumsi makro anggaran, seperti penurunan kurs dan produksi minyak," kata dia pada akhir pekan ketiga Maret 2014.
Baca Juga:
Untuk 2014, Agus meminta seluruh pemangku kepentingan berdiskusi dengan Menteri Keuangan sebelum kembali menaikkan harga BBM. Menurut dia, pengurangan subsidi BBM lebih kuat dibanding penerapan bea keluar atau bea masuk tambahan bagi barang mentah demi menggenjot pendapatan negara. (Baca: Aturan Tak Jelas, LCGC Habiskan BBM Bersubsidi ).
Pernyataan Agus didasari fakta melonjaknya nilai belanja subsidi setiap tahun. Pada 2014, pemerintah mengalokasikan nilai belanja subsidi energi sebesar Rp 282,1 triliun, yang terdiri atas subsidi BBM Rp 210,7 triliun dan subsidi listrik Rp 71,4 triliun. Angka tersebut melonjak dibanding nilai total subsidi energi pada 2010, sebesar Rp 143,79 triliun. (Subsidi Membengkak, Hatta: RFID Omong Doang!).
Sebelumnya, Bank Dunia memperkirakan nilai belanja subsidi energi pada tahun ini akan mencapai 2,6 persen dari produk domestik bruto. Porsi ini meningkat dibanding pada tahun lalu, dengan belanja subsidi energi hanya 2,2 persen dari PDB. Menurut Bank Dunia, reformasi alokasi belanja subsidi energi harus lebih efektif, sehingga bisa mengurangi beban fiskal. (Baca: Subsidi BBM Tekor, Mobil Murah Dievaluasi ).
Bank Dunia memberikan dua skenario reformasi dalam kebijakan BBM bersubsidi. Skenario pertama adalah kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter untuk Premium dan Rp 1.000 per liter untuk solar sehingga anggaran bisa dihemat Rp 45,2 triliun dan pelebaran defisit anggaran bisa ditahan di angka 2,1 persen dari PDB.
Skenario kedua, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi hanya setengah dari harga keekonomian pasar, yang dapat menghemat nilai subsidi lebih besar, yaitu Rp 68,8 triliun. Dengan demikian, defisit anggaran dapat bertahan di angka 1,9 persen dari PDB.
MAYA NAWANG WULAN
Berita Terpopuler
Apa Kata Istri Aburizal atas Video Maladewa
Bagaimana Menemukan Kotak Hitam Pesawat MH370?
Cari MH370, Berapa Dana yang Dihabiskan Amerika?
Kotak Hitam Kunci Misteri Penerbangan MH370