TEMPO.CO, Jakarta - Hasil referendum di Crimea yang diprediksi akan mengantarkan wilayah tersebut menjadi bagian dari Rusia menyebabkan mata uang dolar tertekan. Ancaman konflik global yang meningkat membuat investor global melepas aset berbasis dolar untuk sementara waktu. (Baca: Cara-cara Ini yang Menggerus Efek Jokowi ).
Berdasarkan informasi yang dilansir CNN, sekitar 95 persen peserta referendum menginginkan Crimea bergabung ke dalam wilayah Rusia. Kantor berita Rusia (Ria Novosti) bahkan mengklaim 93 persen suara telah menginginkan Crimea menjadi bagian dari Rusia. Hal ini membuat berang negara-negara Barat. Kecenderungan konflik Barat-Timur pun menguat.
Ekonom PT Samuel Sekuritas Indonesia, Rangga Cipta, mengatakan selain hasil referendum Crimea, pelemahan dolar juga dipicu data-data ekonomi Amerika Serikat yang belum membaik. Indeks sentimen konsumen pada bulan Maret yang dilaporkan turun ke level 79,9 semakin membangun kekhawatiran berkurangnya tingkat konsumsi masyarakat Amerika. “Tren positif dolar pun berhenti," kata dia kepada Tempo, Senin, 17 Maret 2014.
Hingga pukul 12.45 WIB, rupiah menguat 88 poin (0,78 persen) menuju ke level 11.267. Laju penguatan rupiah juga diikuti oleh won dan ringgit yang masing-masing bergerak naik ke level 0,40 persen ke level 1.068,5 per dolar dan 0,12 persen ke level 3,27 per dolar. Dari dalam negeri, penguatan kurs rupiah didorong efek positif pencalonan Joko Widodo atau Jokowi sebagai presiden. (Baca: Efek Jokowi, Dolar Tembus 10.500 Saat Pemilu).
MEGEL JEKSON
Berita Terpopuler
Sindir Megawati, Prabowo: Kalau Manusia...
Siapa yang Berkomunikasi Terakhir di Kokpit MH370?
Disindir Ruhut, Jokowi: Sudah Beribu Kali Diejek
Malaysia Airlines 'Kucing-kucingan' Hindari Radar