TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyoroti tingginya
impor minyak dan konsumsi bahan bakar minyak (BBM), terutama Premium. Ia menilai kebijakan pengendalian konsumsi BBM perlu dievaluasi. "Pertumbuhan konsumsi Premium masih tinggi padahal di bulan Juni sudah dilakukan penyesuaian harga BBM. Itu menunjukkan bahwa dampak kenaikan harga BBM terhadap permintaan relatif tidak terlalu berdampak," kata Agus di Bank Indonesia, Jumat, 8 November 2013.
Bank Indonesia memprediksi defisit transaksi berjalan (ekspor-impor) pada triwulan III berkisaran 3,3-3,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada triwulan II, defisit transaksi berjalan menembus 4,4 persen dari PDB.
Ia menjelaskan, hingga triwulan III kinerja ekspor belum membaik, malah cenderung menurun. Oleh karena itu, impor utama migas harus diredam. "Kalau merespons sektor riil, harus diarahkan pada peningkatan ekspor dan pengelolaan BBM yang lebih baik," ucapnya.
Sejalan dengan Agus, Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo menyebut impor migas sebagai penyebab defisit transaksi berjalan. "Defisit transaksi berjalan itu problemnya di migas. Kalau non-migasnya dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat impor non-migasnya sudah melambat," kata Perry.
Ia menjelaskan, pada satu sisi, impor migas tinggi, terutama impor minyak untuk kebutuhan BBM bersubsidi . Pada sisi lain, ekspor migas tak mampu mengimbangi karena persoalan lifting. Walhasil, terjadi defisit di transaksi migas.
Meski begitu, Perry optimistis defisit transaksi berjalan akan berada di bawah 4 persen dari PDB pada triwulan III. Namun, ia belum mau membuka angka pastinya. "Neraca Pembayaran akan kami rilis sehari setelah Rapat Dewan Gubernur," kata dia. Sesuai jadwal, rapat akan digelar Selasa pekan depan.
Ia membenarkan, perlambatan pertumbuhan PDB pada triwulan III akan berdampak pada jumlah persentase defisit transaksi berjalan. Namun ia meyakinkan persentasenya tetap di bawah 4 persen. "Pasti di bawah 4 persen," kata dia.
Nilai tukar rupiah juga diharapkan bisa membantu perbaikan transaksi berjalan. Kurs rupiah saat ini dinilai Perry bisa mendorong ekspor dan mengurangi impor. Mengacu pada kurs tengah BI, rupiah diperdagangkan di level Rp 11.404 pada perdagangan hari ini, melemah 15 poin dibanding kemarin.
Kondisi ekonomi saat ini, menurut Perry, sudah diperkirakan BI, termasuk soal defisit transaksi berjalan. Oleh sebab itu, BI berfokus pada upaya-upaya mendorong stabilisasi ekonomi. Salah satu upayanya, merelakan ekonomi tumbuh melambat. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi bakal berada di kisaran 5,7 persen tahun ini.
MARTHA THERTINA