TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Toto Dirgantoro mengharapkan pemerintah segera menstabilkan nilai tukar rupiah. Para pelaku dunia usaha mulai merasakan peningkatan biaya usaha seiring dengan terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Peningkatan biaya usaha terutama dirasakan pengusaha yang mengimpor. Terjadi selisih nilai tukar pada saat perhitungan awal dan pada saat barang impor masuk dan LC (Letter of Credit) harus cair. "Misalnya tiga bulan lalu LC ditandatangani dengan harga sekitar Rp 9.000 per dolar AS. Dekarang ketika membayar LC, kurs sudah di atas Rp 10.000," kata Toto ketika dihubungi Tempo, Rabu, 21 Agustus 2013.
Toto mencontohkan jika pengusaha mendapat kredit US$ 1 juta, setiap terjadi pelemahan Rp 100 per dolar AS, pengusaha mendapat tambahan biaya Rp 100 juta. Kondisi ini akan membuat impor menurun. "Impor akan turun, terutama untuk industri yang bahan bakunya impor, tetapi pasarnya di dalam negeri," kata Toto.
Salah satu sektor yang akan terguncang dengan pelemahan nilai tukar adalah industri barang elektronik. Penguatan nilai dolar akan membuat biaya impor meningkat sehingga jual harga barang elektronik, seperti telepon seluler, naik.
Akan tetapi, penguatan nilai dolar sekaligus akan menguntungkan pengusaha yang ekspor dengan menggunakan bahan baku lokal. Eksportir yang menggunakan bahan baku lokal bisa lebih bersaing. Sedangkan industri berorientasi ekspor, tetapi bahan bakunya masih diimpor, tak akan mendapat pengaruh signifikan. "Pelemahan rupiah ini belum tentu eksportir diuntungkan. Kami ini kan bukan pemain valas sehingga yang kami butuhkan adalah stabilitas rupiah," kata Toto.
Bank Indonesia mencatat pada Rabu, 21 Agustus 2013, kurs tengah dolar Amerika Serikat terhadap rupiah mencapai Rp 10.723 per dolar Amerika Serikat.
Bergejolaknya nilai tukar karena kebijakan pengetatan likuiditas Amerika Serikat menggoncang nilai tukar rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan beberapa hari belakangan. Bahkan, dalam rapat kabinet terbatas tadi pagi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui kondisi ini akan memperberat langkah mencapai target pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 6,3 persen. "Saya katakan jujur, untuk mencapai 6,3 persen berat untuk Indonesia," katanya di Kantor Presiden, Jakarta.
BERNADETTE CHRISTINA
Terhangat:
Konvensi Partai Demokrat | Suap SKK Migas | Penembakan Polisi | Pilkada Jatim
Berita terkait:
Nilai Tukar Anjlok, SBY Siapkan Stabilisasi
Beragam Penyebab Rupiah Terjun Bebas
Rupiah ke Level Terendah Dalam Empat Tahun