TEMPO.CO, Jakarta -- Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Achsanul Qosasih menilai Undang-Undang yang mengatur pemilihan Badan Pemeriksa Keuangan tidak mendukung calon yang terpilih berkualitas. Aturan itu juga dianggap tidak adil bagi Pegawai Negeri Sipil eselon 1 BPK untuk naik pangkat menjadi anggota BPK. "Pemilihan anggota BPK syarat muatan politik," katanya kepada Tempo Rabu 5 Juni 2013.
Pekan mendatang BPK akan menggelar uji kelayakan dan kepatutan 22 calon nama anggota BPK. Komisi Keuangan akan memilih satu nama untuk mengisi kursi Taufiequrachman Ruki yang pensiun Mei lalu. Tiga nama calon yaitu Muchayat, Agus Joko Pramono, dan Parwito menguat dalam pemilihan seperti yang dituliskan dalam laporan Ekonomi Bisnis Majalah Tempo, Senin, 10 Juni 2013.
Achsanul menilai banyaknya calon yang harus diuji DPR adalah bukti gambaran buruknya proses pemilihan BPK. Ia membandingkan dengan pemilihan anggota Otoritas Jasa Keuangan yang diseleksi lebih awal oleh Panitia Seleksi yang dibentuk pemerintah. "Pemilihan OJK lebih baik," katanya.
Achsanul menilai pemilihan oleh Komisi Keuangan DPR akan didominasi kepantingan politis praktis. Ia pesimistis figur yang dipilih benar-benar memiliki kemampuan yang dibutuhkan BPK. "Undang-Undang BPK harus diubah," katanya.
Seorang politikus di Komisi Keuangan mengatakan uji kelayakan dan kepatutan yang akan digelar Seni hingga Rabu pekan depan hanya formalitas belaka. "Masing-masing fraksi sudah mengantongi nama, fit and proper test hanya menentukan 10 persen," katanya.
Pemilihan atas dasar motif politikus kerap mengabaikan rekam jejak calon. Misalnya pemilihan anggota BPK pada September 2009. Anggota Komisi Keuangan menetapkan TM Nurlif, politikus Golkar, sebagai anggota BPK. Dua tahun menjabat Nurlif divonis karena terlibat kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi. Nurlif dicopot dan Komisi Keuangan harus memilih penggantinya. Lalu terpilihlah Bahrullah Akbar pada Oktober 2011.
Harry Azhar Azis, wakil Ketua Komisi Keuangan mengatakan lembaganya tidak berhak menghalangi calon BPK dengan praduga tidak bersalah. Menurut dia beberapa calon yang disebut-sebut tersangkut kasus korupsi tetap berpeluang dipilih karena tuduhan itu tidak berkekuatan hukum tetap. "Kalau kita melarang atas dasar praduga itu namanya kejam," katanya.
Achsanul menilai pemilihan anggota BPK berulang-ulang harus dihindari. "Mengganggu tugas BPK dan ongkosnya mahal," katanya.
Politikus Demokrat itu mengusulkan perubahan aturan pemilihan anggota BPK harus mempertimbangkan usia dan rekam jejak sang calon. Pertimbangan usia agar calon terpilih bisa menyelesaikan tugasnya tanpa ada halangan usia. Misalnya pada kasus Ruki yang pensiun di tengah masa mengembang tugas.
Usia pensiun anggota bPK adalah 67 tahun, dengan masa jabatan lima tahun maka yang berhak mencalonkan diri sebaiknya yang berusia maksimal 62 tahun. "Ini bisa dihindari kalau di awal pemilihan, usia dibatasi," kata Achsanul.
AKBAR TRI KURNIAWAN
Terhangat:
Taufiq Kiemas | Cinta Soeharto Bangkit? | Pemukulan Pramugari Sriwijaya
Baca juga:
Dahlan Iskan Anggap Jokowi Capres Potensial
Survei Capres Tinggi, Jokowi: Sombong Dikit
PDIP Belum Tertarik Jadikan Jokowi Capres
Survei: Jokowi Masih Kandidat Terkuat Capres 2014