TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) memproyeksikan penjualan domestik pada 2013 akan turun sekitar 10 persen. "Pada 2013, penjualan domestik diprediksi mencapai US$ 6,8 miliar, turun dibandingkan dengan 2012 yang mencapai US$ 7,6 miliar," kata Ketua Umum API, Ade Sudrajat, dalam paparan kinerja akhir tahun dan proyeksi 2013 di kantor API, Selasa, 8 Januari 2013.
Secara total, atau setelah ditambah pendapatan ekspor, total penjualan produk tekstil pada 2013 diprediksi turun 5 persen dari 2012. Total penjualan pada 2012 mencapai US$ 20,2 miliar. "Mungkin minus 5 persen atau sekitar US$ 18 miliar," katanya. API memasang target optimisris total penjualan naik 3 persen dari 2012.
Penurunan penjualan disebabkan beberapa hal, yaitu dampak dari kebijakan kenaikan upah buruh dan tarif dasar listrik. Ade menilai relokasi yang harus dilakukan pengusaha tekstil juga memicu penurunan penjualan. "Masa transisi, termasuk relokasi yang juga memerlukan transisi. PHK juga mungkin perlu transisi. Jadi, begitu banyak yang harus dilakukan, sehingga menghambat penjualan," katanya.
API juga memprediksi kenaikan harga tekstil dan produk tekstil yang mencapai 16,7 persen. "Ini merupakan snowball effect dari kenaikan listrik, UMK, dan gas," katanya. API mendorong pasar dalam negeri untuk tetap bisa bersaing dengan produk impor yang harganya tetap. Ia mengingatkan kemungkinan masyarakat akan memilih produk impor daripada produk dalam negeri. "Pasar akan berbicara lain karena budaya kita bukan seperti yang ditanamkan Korea," katanya.
Kenaikan harga, kata Ade, juga membuat Indonesia berpotensi kehilangan pasar luar negeri. Menurut dia, ada tendensi pembeli luar negeri tidak akan mau menyesuaikan harga dan memilih produsen lain. Lagi pula Indonesia baru mengisi US$ 13 miliar dari total perdagangan tekstil dunia yang US$ 700 miliar, sehingga bukan tidak mungkin konsumen asing akan memilih pasar lain. "Kita baru pemain cadangan. (Dengan kebijakan internal) berlaku seakan kita pemain utama," katanya.
ANANDA TERESIA