Seorang peneliti, Yusya Abubakar mengatakan Provinsi Aceh mempunyai lahan kakao seluas 87 ribu hektare, tapi produksi kakao hanya 37,500 ton pertahun. Artinya satu hektare lahan hanya mampu produksi sekitar 500 - 600 kilogram pertahun. "Harusnya bisa mencapai 1,5 ton - 2 ton per tahun per hektarenya," katanya Selasa 18 Desember 2012.
Pihaknya kemudian menyusun model pengembangan kakao Aceh yang diharapakan dapat menjadi acuan dalam pengembangan kakao rakyat ke depan. Model tersebut telah dipresentasi di depan Sekretaris Direktorat Perkebunan Kementerian Pertanian, Mukti Sardjono di Jakarta pada Senin kemarin.
Menurut Yusya terdapat beberapa tahapan kerja yang dapat diterapkan oleh pemerintah daerah atau lembaga untuk memperoleh keberhasilan produktivitas kakao di Aceh. Di antaranya adalah pengembangan lahan baru, dengan mengacu pada pengembangan tanaman perkebunan berbasis kawasan agribisnis.
Selanjutnya adalah rehabilitasi kebun kakao, menyangkut konservasi lahan, sanitasi kebun dan perawatan sebagai langkah meningkatkan produktivitas lahan yang telah ada. "Perlu juga tersedia pendampingan berkelanjutan, sebagai langkah memberikan bimbingan dan transfer pengetahuan kepada petani kakao Aceh," ujarnya.
Menurut dia diperlukan kelembagaan yang kuat seperti koperasi, untuk memperkuat peran petani kakao. "Di sini diperlukan dukungan modal bagi kelompok tani atau koperasi tersebut," tandasnya.
ADI WARSIDI