TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Suryo Bambang Sulisto, menilai beban subsidi energi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang mencapai Rp 150 triliun per tahun tidak rasional dan merusak struktur anggaran.
"Kami merekomendasikan subsidi BBM sebaiknya dihapuskan saja," katanya, Selasa, 11 Desember 2012.
Suryo mengungkapkan, lebih baik harga BBM bersubsidi diatur berdasarkan mekanisme pasar. Meskipun hal tersebut menyebabkan kenaikan harga BBM hingga 50 persen, pengusaha siap menanggungnya. Asalkan, subsidi itu dialihkan untuk pembenahan infrastruktur di daerah-daerah.
Rekomendasi Kadin ini berbeda dengan saran Komite Ekonomi Nasional. Senin, 10 Desember 2012, Ketua KEN Chairul Tanjung meminta subsidi BBM dipertahankan.
Jika tiap provinsi di Indonesia diberi jatah Rp 4-5 triliun saja dari anggaran subsidi BBM, menurut Suryo, manfaatnya akan jauh lebih besar bagi perekonomian nasional. Bandingkan jika pemerintah tetap mensubsidi BBM yang hanya dinikmati orang kaya. “Sementara tidak dinikmati oleh masyarakat yang seharusnya diberi subsidi," kata Suryo.
Ketua Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Didik J. Rachbini, menilai dampak kenaikan BBM terhadap inflasi hanya dalam waktu pendek. "Itu (inflasi) akan terkoreksi dengan sendirinya," ucapnya.
Selain kenaikan harga BBM, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, menyatakan, pemerintah juga mengambil langkah pembatasan konsumsi BBM. Sayangnya, program yang sempat dilakukan di awal tahun ini tak dilakukan serius. “Nyatanya kekurangan subsidi terus.”
PINGIT ARIA
Berita Terpopuler:
Habibie Pengkhianat Bangsa, Ini Tulisan Lengkapnya
SBY Marah, Alex Noerdin di Amerika Serikat
Disebut Pengkhianat Bangsa, Habibie Center Santai
Partai Demokrat Digerogoti Anak Kos
Joko Widodo Tundukkan Sutiyoso