TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia, Supriatna Sahala meragukan kemampuan pemerintah daerah mengurusi Wilayah Pertambangan (WP) dan Wilayah Usaha Pertambangan (WUP). Keraguan ini muncul setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan Undang-undang nomor 4 tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara yang diajukan Bupati Kabupaten Kutai Timur, Isran Noor.
Supriatna meragukan kemampuan pemerintah daerah dalam kemampuan penggunaan teknologi untuk memetakan WP dan WUP dan penyediaan infrastruktur maupun sumber daya manusia yang mumpuni. "Sebagai perbandingan saja, izin usaha pertambangan (IUP) saja banyak yang tumpang tindih setelah dibawah kewenangan daerah," kata Supriatna kepada Tempo, Kamis 22 November 2012.
Menurut Supriatna, pemerintah daerah jangan hanya sekedar menginginkan kewenangan yang besar namun tidak diimbangi dengan kemampuan memadai untuk mengurusi masalah kekayaan alam Indonesia."Harusnya yang berhubungan dengan sumber daya alam dikelola langsung oleh pemerintah pusat, bukan daerah. Masalah clean and clear IUP saja sekarang diambil alih pusat lagi, ini kan sudah jelas bahwa tata kelola daerah belum baik," katanya.
Ia menambahkan, kewenangan pemberian WP dan WUP harusnya tetap berada di pemerintah pusat. Dengan begitu, pemerintah pusat bisa ikut mengawasi secara langsung setiap IUP yang diterbitkan pemerintah daerah. "Dengan putusan MK ini berarti pengawasan pemerintah pusat akan semakin lemah. Tapi ini suda menjadi keputusan tetap yang harus dipatuhi. Kita lihat saja nanti perkembangannya," kata dia.
Dalam Putusan MK, Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara selengkapnya menjadi, "Penetapan WUP dilakukan oleh Pemerintah setelah ditentukan oleh pemerintah daerah dan disampaikan secara tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia."
Sedangkan Pasal 17 Undang-Undang tersebut selengkapnya menjadi, "Luas dan batas WIUP mineral logam dan batubara ditetapkan oleh Pemerintah setelah ditentukan oleh pemerintah daerah berdasarkan kriteria yang dimiliki oleh Pemerintah."
ROSALINA