TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tidak yakin proses renegosiasi kontrak pertambangan bisa rampung hingga akhir tahun ini. "Renegosiasi itu alot lho, banyak pertimbangannya. Kami, sih, ingin selesai secepatnya," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi, Thamrin Sihite, di Jakarta, Kamis, 12 Juli 2012.
Proses amandemen kontrak-kontrak (renegosiasi) pertambangan sudah lebih dari tiga tahun dilakukan sejak Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara disahkan pada 12 Januari 2009. Beleid itu mengamanatkan pasal-pasal di dalam kontrak yang dibuat sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 itu ada dan harus disesuaikan paling lambat setahun.
Renegosiasi dilakukan atas kontrak karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B). Kontrak karya adalah bentuk kontrak untuk pertambangan mineral. Adapun PKP2B merupakan bentuk kontrak untuk kegiatan penambangan batu bara.
Menurut Thamrin, kendala molornya renegosiasi akibat kepentingan berbeda antara pemerintah dengan investor. Pemerintah mengacu pada aturan perundangan yang mengatur batas-batas tertentu termasuk luas wilayah aktivitas pertambangan.
"Misalnya perusahaan sudah punya cadangan dan investasi sekian. Oke kami izinkan investasi, tapi pemerintah ingin investor jangan mengambil untung terlalu banyak," katanya. Inilah yang membuat perusahaan khususnya perusahaan tambang besar tak juga menyetujui renegosiasi.
Renegosiasi ini, katanya, merupakan isu strategis karena juga menyangkut masalah pengolahan dan pemurnian bahan tambang. Investor pertambangan diwajibkan membangun smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian) agar tidak hanya mengekspor bahan baku.
"Misalnya Freeport pada 2014 sudah harus memurnikan di dalam negeri. Kalau ada investor dalam negeri membangun smelter untuk pemurnian itu, kita pastikan Freeport suplai bahan bakunya berupa konsentrat," kata dia.
Dalam poin renegosiasi, pemerintah juga akan memasukkan kewajiban perusahaan tambang asing untuk mendivestasikan saham sebanyak 51 persen ke dalam negeri. Sayangnya, peraturan tersebut tidak dapat berlaku surut. Padahal, saat ini terdapat 40 kontrak karya yang beroperasi di Indonesia dan belum kena kewajiban divestasi. Meski begitu, pemerintah masih memiliki celah untuk memaksakan kewajiban tersebut pada para kontraktor tambang asing.
Mengenai aturan kepemilikan saham 51 persen itu, Thamrin mengaku hal tersebut masih menjadi pertimbangan pemerintah dalam proses renegosiasi. Namun dia tak menjelaskan lebih lanjut bagaimana mekanismenya.
"Makanya dalam negosiasi ini kan kepentingan investor juga kami pertimbangkan. Negosiasi kan win-win solution yang perlu waktu," ujarnya.
ROSALINA
Berita Terkait:
Renegosiasi Kontrak Karya Diprediksi Gagal
Pemerintah Bersedia Longgarkan Aturan Luas Tambang
Freeport Siap Bahas Divestasi 51 Persen Sahamnya
Dahlan Iskan Minta Kontrak Tambang Dinegosiasi Ulang
Apa Kata Dahlan Iskan Soal Kontrak Ulang Migas?