Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Panen Duit dari Berkebun Sayur  

image-gnews
Sayur-sayuran. Chinanews.com
Sayur-sayuran. Chinanews.com
Iklan

TEMPO.CO, Ciwidey - Kicau burung di tengah udara sejuk kampung Gambung, Desa Mekarsari, Ciwidey, Jawa Barat, menemani Riswati Wahyuni saat menengok perkebunan yang ia rintis sejak 2003 lalu. “Di sini kebun tomat saya,” ujar Riswati kepada Tempo saat berkunjung ke kebun yang diisi tomat-tomat merah siap panen miliknya, Sabtu, 10 Maret 2012.

Teh Neng--sapaan akrab Riswanti--memiliki beberapa kebun sayuran yang tersebar di desa tersebut. Dia mengaku sudah merasakan manfaat dari usaha bercocok tanam yang ia mulai dengan modal Rp 3 juta itu.

Awalnya Riswanti tidak pernah berpikir akan menuai sukses dari bisnis agrobisnis seperti sekarang. “Dulu saya cuma ingin berkebun, tidak kepikiran sampai seperti ini,” katanya.

Usaha yang didirikan wanita 28 tahun itu kini mampu bersaing dengan perkebunan lain untuk menyuplai sayur-sayuran di gerai-gerai retail modern di Ibu Kota. “Sekarang sudah ada sekitar 13 gerai yang kami suplai di Jakarta,” katanya semringah.

Perjalanan bisnis Riswanti dapat menjadi contoh bagi para petani lain. Mengawali karier bisnisnya dengan menjual hasil kebunnya ke pasar-pasar tradisional dan induk, kini Riswanti bahkan dapat mengekspor hasil kebunnya ke berbagai negara, “Kemarin terakhir ke Singapura,” katanya.

Mengawali bisnis setelah keluar dari salah satu universitas di Garut, Riswati berusaha mencari penghasilan sendiri untuk membantu kedua orang tuanya. “Saya keluar karena ingin menikah,” katanya tertawa. Dengan modal Rp 75 ribu dia mulai menanam nangka, yang buahnya dijual kepada orang-orang di sekitar desanya.

“Waktu itu belum ada uang untuk membuka lahan,” katanya. Setelah memiliki tabungan sendiri, Riswati membeli sepetak lahan dengan modal Rp 3 juta yang kemudian ia tanami bermacam sayuran. Awalnya cuma sayuran lokal. Ia belum mengenal sayuran dengan bibit impor. Riswati juga belum tahu bagaimana cara bercocok tanam yang benar.

Setelah 3 tahun berjalan usaha bercocok tanam Riswati mulai berkembang. Saat itu dia mempekerjakan 4 orang untuk membantu mengelola kebun yang ia miliki. Waktu itu Riswati memiliki omzet hingga Rp 20 juta setiap bulan. “Dari pasar induk dan tradisional saya mendapat omzet tertinggi hingga Rp 10-20 juta per bulan,” katanya.

Namun pemasukan yang diterima Riswati tidak cukup untuk mengelola satu kebun, pekerja, dan menjadi mata pencarian untuk hidup sehari-hari. “Selain sulit, hama dan gagal panen juga sangat mengganggu,” katanya.

Riswati mengaku saat itu dia hampir putus asa mengembangkan kebunnya. “Lama-kelamaan merugi, saya cukup putus asa,” katanya. Namun pada 2006 sekelompok mahasiswa dari Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB) berkunjung ke desa Mekarsari untuk berbagi ilmu kepada penduduk desa.

Adalah Adityo Wicaksono, Siti Ruby Aliya Rajasa, dan Mandala Widi Muchlis yang memprakarsai gerakan tersebut, yang kemudian dikenal dengan Satoe Indonesia (SI). “Satoe Indonesia adalah gerakan kepemudaan yang didirikan oleh mahasiswa SBM ITB dan para alumnus,” kata Widi.

Dengan bekal ilmu dan pengetahuan yang mereka dapatkan di bangku kuliah, Widi dan kawan-kawan berusaha membantu warga desa Mekarsari dalam mengembangkan potensi yang mereka miliki. “Kami fokus pada pengembangan bisnis dan pendidikan,” kata Widi.

Setelah setahun melakukan survei, ia menjelaskan, pada 2007, SI meluncurkan program pertamanya, yaitu mobil pintar. Minibus yang disulap menjadi perpustakaan berjalan ini mengelilingi Desa Mekarsari dan sekitarnya setiap hari. Membawa ratusan buku hasil sumbangan berbagai pihak dan pemerintah, mobil ini ramai dikunjungi anak-anak desa.

“Respons mobil pintar ini positif, kemudian kami lanjutkan dengan membangun rumah pintar di dua kampung,” kata Widi. Saat ini rumah pintar sudah dibangun di dua kampung, yaitu kampung Papakmanggu dan Gambung. Rumah pintar ini tidak hanya tempat belajar bagi anak-anak, tapi juga orang tua mereka.

“Di sini kami mengajarkan semua pelajaran yang anak-anak dapat di sekolah, lalu menambahnya dengan permainan, bahasa Inggris, Internet, soft skill, dan proses belajar-mengajar yang menyenangkan,” kata Adityo. Sedangkan untuk orang tuanya Adityo dan kawan-kawan mengajarkan cara berbisnis dan mengembangkan usaha.

Manfaat rumah pintar diakui Resti. “Di sini belajarnya menyenangkan. Saya jadi bisa bahasa Inggris, pakai Internet, dan membuka wawasan," kata gadis 12 tahun ini, "Sekarang saya mau melanjutkan pendidikan hingga lulus kuliah.”

Tahun ini SI bekerja sama dengan Bank HSBC meluncurkan program Ciwidey Pintar pada Sabtu, 10 Maret 2012. “Program ini adalah salah satu bentuk dari corporate social responbility yang bertujuan untuk mengatasi kurangnya sarana pendidikan pada usia dini,” ujar Head of Communications & Corporate Sustainability HSBC Indonesia, Maya Rizano, saat peluncuran Ciwidey Pintar di kampung Gambung.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“HSBC memiliki program HSBC Future First yang berfokus pada pendidikan dan pengembangan bisnis yang sudah dijalankan dari 2006 di berbagai negara. Sekarang kami lakukan hal tersebut di Ciwidey,” ujar Maya.

HSBC berharap, dengan program ini warga Ciwidey dan sekitarnya dapat berkembang dan mandiri secara ekonomi. “Kami harus memaksimalkan potensi yang ada pada desa ini dan mengubah mindset masyarakat desa agar tidak lagi berpikir bahwa Ibu Kota adalah tempat untuk mencari uang,” kata Maya.

Widi bersyukur lahirnya kerja sama antara SI dan Bank HSBC ini. “Akhirnya kami menemukan partner yang sesuai dengan visi dan misi SI,” ujarnya.

Peluncuran Ciwidey Pintar dilakukan secara sederhana di pekarangan Rumah Pintar di kampung Gambung. Acara dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Wahyudin Zarkasyi, dan Puteri Indonesia 2011 Maria Selena.

Wahyudi, dalam kesempatan itu, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada SI dan Bank HSBC. Sebab, mereka telah melakukan sebuah gerakan yang sangat membantu Jawa Barat dalam mengembangkan pendidikan di desa-desa. “Kegiatan seperti ini memang harus sebanyak mungkin dilakukan. Sebab, pendidikan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kehidupan keluarga,” katanya.

Sementara itu Maria Selena berharap dengan adanya kegiatan ini anak-anak di desa dapat lebih mengembangkan diri dalam hal pendidikan, kesenian, dan olahraga. “Agar banyak yang dapat mengharumkan nama bangsa,” ujarnya.

Lewat Rumah Pintar yang dirintis SI, Riswati belajar mengelola kebun dan mengembangkan usaha perkebunan yang ia miliki. “Saya diajarkan cara menanam yang baik, menetapkan kualitas tanaman, dan dibantu dalam mengembangkan pasar,” kata Riswati.

Ia mengakui pada awalnya sebagian besar warga kampung merasa tidak nyaman dengan kedatangan Rumah Pintar di kampung Gambung. Sebab, anak-anak mereka lebih banyak bermain ke Rumah Pintar daripada ke sekolah dan di rumah. Hal ini diakui Widi. "Tapi, kami lakukan pendekatan yang intensif dan menjelaskan tujuan kami,” ujarnya.

Kini, setelah melihat kesuksesan yang diraih Riswati dan 15 petani lainnya, warga Desa Mekarsari sangat mendukung program Rumah Pintar. Saat ini Riswati memiliki kebun seluas 5 hektare yang ia tanami berbagi macam sayuran. “Di kebun saya sekarang, selain sayuran lokal, juga ada sayuran eksklusif, seperti paprika, labu Jepang, dan banyak lagi,” kata Riswati semringah.

Semua itu ia dapatkan setelah mendapat pelatihan yang diadakan SI sejak ia bergabung dua tahun lalu. “Saya diberikan kesempatan magang di berbagai tempat. Dari sana saya belajar cara mengembangkan bisnis, menanam yang benar, dan menjaga mutu kualitas hasil tanam,” kata Riswati.

Di desa seluas 5.306 hektare, yang 68 persen wilayahnya merupakan hutan, kini Riswati menjabat sebagai Ketua Gabungan Kelompok Tani. Ia membawahkan sekitar 150 petani dan mengelola 60 hektare kebun kemitraan. “Kebun itu tersebar di Indramayu, Garut, dan kabupaten-kabupaten lain,” katanya.

Dengan produksi yang terus meningkat, sekarang Riswati dapat memasok hingga 2 ton sayuran setiap hari. “Tergantung pada permintaan, tapi rata-rata segitu untuk beragam toko sayur dan retail,” ujarnya. Dengan meningkatnya bisnis yang ia kelola, kini Riswati telah mempekerjakan sekitar 26 orang dan mendapat omzet Rp 50-70 juta setiap bulan.

“Alhamdullilah dengan bantuan semua pihak saya bisa berkembang seperti sekarang. Warga desa juga mulai mengubah pemikirannya dan lebih mementingkan pendidikan,” ujar Riswati.

NANDA SUGIONO


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Produksi Tiga Mesin Pertanian, Pindad Berharap Laris

7 Mei 2017

Presiden Joko Widodo menanam padi dengan ditemani Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman di areal persawahan Desa Karanggebang, Kecamatan Jetis, Ponorogo, Jawa Timur, 6 Maret 2015. Menanam padi tersebut, Jokowi gunakan alat hasil rakitan warga lokal. TEMPO/Nofika Dian Nugroho
Produksi Tiga Mesin Pertanian, Pindad Berharap Laris

Bayu mengatakan pengadaan alat pertanian ini bisa dilakukan lewat e-procurement.


Swasembada Cabai, 9 Kota Kalteng Disuplai 198 Ribu Bibit Cabai  

19 Maret 2017

Pekerja memindahkan bibit-bibit cabai yang dijual di sentra pembibitan sayuran di Bandungan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, 6 Januari 2017. Melonjaknya harga sejumlah jenis cabai memicu peningkatan permintaan bibit cabai hingga 100 persen sejak dua pekan terakhir. ANTARA FOTO
Swasembada Cabai, 9 Kota Kalteng Disuplai 198 Ribu Bibit Cabai  

Tute mengatakan proses penyemaian bibit akan dilakukan di tingkat kabupaten dan kota untuk memudahkan pembagian bibit ke warga.


Kementerian Pertanian: Bebaskan 1,7 Hektare Kebun Petani Kelapa Sawit

10 Februari 2017

Seorang pekerja menaikkan panen kelapa sawit di perkebunan  kelapa sawit PT Nusantara 8 di Leuweung Datar,desa Sukasirna,Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (28/8). ANTARA/Teresia May
Kementerian Pertanian: Bebaskan 1,7 Hektare Kebun Petani Kelapa Sawit

Kementerian Pertanian meminta 1,7 juta hektare perkebunan kelapa sawit petani yang berada di kawasan hutan dibebaskan lahannya.


Kembangkan Lahan 610 Hektar, Kalteng Amankan Bawang Merah

4 Februari 2017

H. Sugianto Sabran dan Habib H. Said Ismail. Pilkada Kalimantan Tengah 2015. Facebook.com
Kembangkan Lahan 610 Hektar, Kalteng Amankan Bawang Merah

Pengembangan ratusan hektar ini membuktikan bahwa kondisi tanah
kalteng yang berpasir cocok untuk ditanami bawang merah.


Mengapa Ahli Ekonomi Pertanian Berkumpul di Pontianak?

21 Januari 2017

Lahan persawahan. TEMPO/Subekti
Mengapa Ahli Ekonomi Pertanian Berkumpul di Pontianak?

Pontianak menjadi tuan rumah Rakernas Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi)untuk membantu pemerintah daerah tingkatkan kesejahteraan warga


Karsa, Aplikasi Android untuk Petani Diluncurkan

1 September 2016

Ilustrasi petani/sawah/padi. ANTARA/Abriawan Abhe
Karsa, Aplikasi Android untuk Petani Diluncurkan

Dengan aplikasi ini, petani bisa terhubung satu sama lain, dan mendapat bimbingan soal produk pertaniannya.


Sektor Perkebunan Butuh Inovasi Teknologi

31 Maret 2016

Xiaomi vice president Hugo Barra, memperlihatkan Xiaomi Redmi Note 3 saat diluncurkan di Hong Kong, China, 21 Maret 2016. Ponsel pintar ini memakai layar IPS berteknologi Full Lamination yang memiliki resolusi Full HD 1080 x 1920 pixels, dan kerapatan layar mencapai 401 ppi. REUTERS
Sektor Perkebunan Butuh Inovasi Teknologi

Bisnis perkebunan di Indonesia memerlukan inovasi teknologi guna mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas untuk mengatasi anomali iklim.


Program Toko Tani Kementan Dianggap Gagal  

26 Januari 2016

Ilustrasi petani/sawah/padi. ANTARA/Abriawan Abhe
Program Toko Tani Kementan Dianggap Gagal  

Program Toko Tani tidak berhasil menjaga harga dan meningkatkan kesejahteraan petani.


Harga Karet Rendah, PTPN XII Beralih Menanam Tebu

13 Januari 2016

Seorang pekerja menyadap getah karet di Jember, Jawa Timur (1/3). Dalam sehari pekerja mampu mengumpulkan 60 kg getah karet yang disetorkan ke PTPN XII dengan harga Rp 2500/kg. TEMPO/Fully Syafi
Harga Karet Rendah, PTPN XII Beralih Menanam Tebu

30 ribu hektare lahan tanaman karet dan kakao di Banyuwangi, Jawa Timur miliknya akan ditanami tebu.


Jadi Nomor Satu Produksi Kopi dan Kakao Dunia, Ini Komitmen Kementan  

8 November 2015

Foto yang diambil pada 8 Mei 2015 memperlihatkan petani sedang memanen kakao atau cokelat di Desa Gantarang Keke, Sulawesi Selatan. Sulawesi adalah penghasil kakao terbesar di Asia. REUTERS/Yusuf Ahmad
Jadi Nomor Satu Produksi Kopi dan Kakao Dunia, Ini Komitmen Kementan  

Untuk ekstensifikasi, perlu ada perluasan lahan untuk menanam kopi dan kakao dengan varietas unggul.