TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah memperketat kucuran utang luar negeri bagi perusahaan badan usaha milik negara (BUMN). Mereka yang berhak menerima penerusan utang luar negeri atau subsidiary loan agreement (SLA) harus lolos seleksi kesehatan bisnis.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, pengetatan proses penyaringan penerima SLA itu dilakukan agar eksposur utang luar negeri tidak makin membengkak. Hal itu tentu tidak baik bagi perekonomian secara keseluruhan.
“SLA akan membuat pinjaman luar negeri meningkat. Jadi, idealnya ke depan kita akan terus lebih selektif,” kata Agus akhir pekan lalu. Sebagai alternatif pembiayaan, Agus meminta BUMN mengajukan fasilitas kredit kepada perbankan, baik untuk kredit komersial maupun kredit ekspor.
Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa mendukung kebijakan Menteri Keuangan memperketat SLA untuk BUMN. Menurut dia, SLA juga sering bermasalah dan menjadi beban anggaran pendapatan dan belanja negara.
Hatta bahkan mengusulkan penghapusan SLA agar beban APBN lebih ringan. “Muaranya bisa mengurangi utang luar negeri,” katanya.
Pada saat pelantikan Menteri baru 20 Oktober lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjanjikan pengelolaan APBN menuju anggaran berimbang pada 2014. Anggaran berimbang artinya tidak ada defisit akibat alokasi belanja yang lebih besar dibanding penerimaan negara.
Pada APBN 2012, defisit ditetapkan mencapai 1,5 persen dari produk domestik bruto. Defisit tersebut ditutupi melalui utang luar negeri dan dalam negeri berupa penerbitan surat utang negara.
AKBAR TRI KURNIAWAN