TEMPO Interaktif, Jakarta - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) penyedia jasa pelayaran, PT Djakarta Lloyd (Persero), saat ini memerlukan bantuan dana pemerintah minimal Rp 481 miliar.
Direktur Utama Djakarta Lloyd, Syahril Japarin, mengatakan hingga saat ini dana restrukturisasi dan revitalisasi perusahaan itu belum mereka terima. "Padahal saat ini kami memerlukannya untuk membiayai kebutuhan yang mendesak," kata dia melalui keterangan tertulis, Kamis 24 November 2011.
Syahril memerinci dana tersebut akan digunakan untuk membayar tunggakan utang gaji dan pensiun sebesar Rp 33 miliar, kewajiban kepada karyawan dan pensiunan sebesar Rp 30 miliar, penutupan kewajiban pensiunan sebesar Rp 36 miliar, rasionalisasi karyawan Rp 138 miliar, serta cicilan awal utang kepada kreditor sebesar Rp 50 miliar.
Selain itu perseroan mesti membayar utang kepada PT Globex Indonesia sebesar Rp 55 miliar agar 3 kapal tipe Caraka dan 2 kantor yang disita Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak dilelang. Seperti diketahui aset-aset tersebut disita pada Juli lalu karena Djakarta Lloyd tak bisa melunasi utang Medium Term Note yang telah jatuh tempo.
Selain membayar utang dan rasionalisasi karyawan, perusahaan juga membutuhkan dana untuk biaya perbaikan 5 unit kapal tipe PB dan 3 unit kapal tipe caraka senilai Rp 140 miliar. Karena kondisi armada yang tak layak, perusahaan kini tak bisa memperoleh pendapatan dari operasional sejak awal Februari lalu.
Syahril mengatakan agar bisa beroperasi perseroan meminta dukungan Kementerian BUMN untuk mendorong pemberian order angkutan laut beberapa BUMN besar. "Jika kondisi tersebut dipenuhi, kami yakin dalam tujuh tahun perusahaan akan kembali sehat," ujarnya.
Saat ini total utang perusahaan mencapai Rp 3,6 triliun, yang terdiri dari utang subsidiary Loan Agreement sebesar Rp 2,4 triliun dan utang kepada lebih dari 200 kreditor serta rekanan dari dalam ataupun luar negeri. Perusahaan ini berencana mengusulkan utang dalam bentuk SLAonversi menjadi penyertaan modal negara.