TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pembengkakan saldo piutang perpajakan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2018 (audited). Dalam LKPP tercatat ada saldo piutang perpajakan bruto senilai Rp 81,4 triliun, melonjak 38,99 persen dari saldo piutang 2017 yang senilai Rp 58,6 triliun.
Baca: Lelang 6 Sukuk, Pemerintah Serap Dana Rp 8,98 Triliun
Lonjakan saldo piutang itu merupakan kombinasi saldo piutang perpajakan pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Ditjen Bea Cukai yang masing-masing senilai Rp 68,09 triliun dan Rp13,3 triliun.
Hasil pemeriksaan yang mereka lakukan atas penatausahaan piutang perpajakan dalam rangka penyajian saldo piutang perpajakan per 31 Desember 2018 menunjukan sejumlah kejanggalan. Misalnya, ketetapan pajak diindikasikan belum tercatat dalam LKPP Tahun 2018 sebanyak 228 ketetapan senilai Rp569 juta, yang tidak berurutan atau tidak terdapat pada LP3 sebagai penambah piutang perpajakan.
Salain itu pembayaran piutang perpajakan dalam modul penerimaan negara (MPN) belum menjadi pengurang piutang pajak dalam Laporan Perkembangan Piutang Pajak (LP3).
Hal ini terjadi lantaran sebanyak 5.580 record transaksi pembayaran MPN yang disebabkan kesalahan input nomor ketetapan senilai Rp31,09 miliar belum menjadi pengurang nilai piutang perpajakan pada LP3.
Tak hanya itu, sebanyak 643 record transaksi pembayaran MPN yang belum dilakukan pemindahbukuan senilai Rp4,9 miliar belum tercatat sebagai pengurang saldo piutang perpajakan pada LP3. Penyajian saldo akhir piutang perpajakan pada LP3 belum sepenuhnya sesuai dengan Sistem Informasi Ditjen Pajak.
Atas permasalahan tersebut, BPK meminta Menteri Keuangan segera menindaklanjuti rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan tahun sebelumnya, di antaranya memutakhirkan sistem informasi untuk memastikan data Piutang Pajak dan Penyisihan atas Piutang Pajak yang valid.
Baca juga: Utang Pemerintah per April 2019 Turun Rp 3.886 T
Kemudian menyusun kebijakan akuntansi terkait yang mencakup empat aspek. Pertama, penyisihan piutang pajak atas surat tagihan pajak bunga penagihan (STPBP) yang diterbitkan setelah SKP Induk daluwarsa penagihan. Kedua, memutakhirkan sistem informasi untuk memastikan piutang Pajak Bumi dan Bangunan agar dapat terintegrasi dengan SI DJP.
Ketiga, memerintahkan pejabat dan petugas di KPP dan Kanwil agar lebih cermat dan tertib dalam melakukan penginputan dokumen sumber pencatatan piutang ke dalam SI DJP. Keempat, menyusun kebijakan akuntansi terkait penyajian penyisihan Piutang Pajak Non PBB atas daluwarsa penetapan.
Baca juga laporan tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Tempo.co
BISNIS