TEMPO Interaktif, Jakarta -Menteri Pertanian Suswono mencurigai ada aksi para pedagang di balik kenaikan harga beras dalam beberapa pekan terakhir. "Ini adalah ulah penimbun yang sengaja memainkan harga," ujarnya di Tegal, Ahad 31 Juli 2011.Kecurigaan adanya penimbunan oleh pedagang besar, kata Suswono, berdasarkan informasi di sejumlah daerah. Namun ia menolak menjelaskan di daerah mana saja terjadi penimbunan. "Pokoknya ada informasi itu, sehingga saya kunjungi sejumlah daerah."
Menjelang puasa, harga beras naik sekitar Rp 500-600 per kilogram. Harga beras IR 64-I saat ini sekitar Rp 7.050-7.100 per kilogram, beras IR 64-II sekitar Rp 6.900-7.000 per kilogram, dan beras IR 64-III Rp 6.768 per kilogram.
Persediaan beras nasional mencapai 1,4 juta ton dari total target pengadaan Perum Bulog sebanyak 1,5 juta ton sampai akhir tahun. Selain itu, berdasarkan angka ramalan tahap kedua Badan Pusat Statistik, diperkirakan terjadi surplus beras sebesar 2,4 persen dari surplus tahun lalu sebanyak 1,17 persen. Maka lonjakan harga beras, kata Suswono, sangat aneh karena stok mencukupi.
Salah seorang pedagang beras di Kabupaten Tegal, Tan Ing Jie, mengaku kesulitan mendapatkan pasokan beras dari wilayah Tegal dan sekitarnya. Di gudangnya, stok beras kurang dari 1.000 ton. "Hanya 800 ton, itu pun akan dikirim ke Palangkaraya dan Sampit," ujarnya pada saat menerima Menteri Suswono.
Menurut dia, stok itu lebih kecil dibanding pada saat panen raya, yang mencapai 5.000-8.000 ton. Untuk memenuhi persediaan beras, Tan mendatangkan padi dari Jawa Barat, yang kualitasnya lebih baik dibanding di Tegal. "Hasil giling mencapai 85 persen, kalau gabah Tegal hanya 60-75 persen."
Sekretaris Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Nellys Soekidi menyatakan, salah satu penyebab kenaikan harga adalah adanya aksi penimbunan. Namun dampak dari penimbunan tak signifikan mempengaruhi harga beras. Tapi, kata dia, "Harus dipisahkan antara pedagang, penimbun, dan spekulan."
Penimbun, menurut Nellys, apabila sebuah pabrik atau perusahaan menjual 100 ton per hari tapi memiliki 20 ribu ton di gudang. Sedangkan pedagang jika menjual 100 ton per hari dan memiliki 6.000 ton di gudang. Persediaan ini, "Untuk mengamankan produksi dua bulan."
Yang harus dikhawatirkan, kata Nellys, adalah para spekulan. Sebab, spekulan tidak memiliki penggilingan tapi banyak membeli beras untuk disimpan. "Spekulan itu tidak punya penggilingan tapi punya duit," ujarnya. Mereka membeli beras, Nellys melanjutkan, "Untuk dimasukkan ke gudang, dikunci, dan kalau harga naik baru dijual."
Penimbun dan spekulan muncul karena pemerintah kurang sigap mengamankan produksi dalam negeri dan ada peluang untuk mencari keuntungan.
Saat ini persediaan beras di Pasar Induk Beras Cipinang sekitar 2.500-3.000 ton. Peningkatan ini tidak signifikan dibandingkan dengan hari biasa sekitar 2.000-2.500 ton. "Pasar Induk Cipinang menjadi barometer. Kalau stok kurang dari 1.000 ton bahaya karena harga bisa melonjak," kata Nellys.
Dia menduga kenaikan harga beras karena adanya peningkatan konsumsi menjelang puasa dan Lebaran. Sedangkan pasokan kurang karena daerah penggilingan gabah, seperti Madiun, Ngawi, dan Bojonegoro, ternyata kering. l ALI NY | EDI FAISOL | ROSALINA