“Selain menimbulkan banyak kecelakaan, kondisi jalan nasional Pantura ini menimbulkan biaya tinggi dalam mendistribusikan barang,” ujar Djoko kepada Tempo, Selasa, (8/2).
Menurut dia, kondisi jalan Pantura yang sering rusak ini menghambat proses pengiriman barang bagi moda tranpsortasi darat non kereta api. Apa lagi, kata dia, tingkat kerusakan yang selalu terjadi setiap tahun ini dinilai menghamburkan biaya perawatan dari alokasi dana pemerintah pusat.
Ia menyarankan agar pemerintah mengalihkan sektor transportasi ekonomi lewat jalur kereta api dengan cara meningkatkan pembangunan double track rel kereta di sepanjang jalur pantura. “Kalau ngurusi kerusakan jalan Pantura tak akan selesai dan cenderung menghamburkan anggaran,” ujar Djoko menambahkan.
Berdasarkan analisisnya, pembangunan jalan raya Pantura cenderung tak ramah lingkungan, hal ini dibuktikan banyaknya gunung dan bukit batu yang rusak dikeruk untuk pengadaan material pembangunan jalan. “Sedangkan anggaranya sendiri sering dipotong untuk pungli sebagai ATM birokrasi dan legislatif,” katanya.
Sementara itu Balai Pelaksana Tugas Bina Marga Wilayah Tegal saat ini mulai membangun kembali ruas jalan Pantura yang sebelumnya terhambat oleh anggaran. Pembangunan jalan ini nilainya mencapai Rp 8 miliar untuk ruas jalan sepanjang lebih kurang tujuh kilometer. “Itu total tingkat kerusakan, sepanjang Brebes-Pemalang,” ujar Agung Sutardjo, Pejabat Pembuat Komitmen ruas jalan pantura Brebes-Pemalang.
Menurut dia, perawatan ini khusus menangani kerusakan jalan yang berlubang. Ia mengaku sengaja pengeruk lapisan jalan Pantura untuk diratakan kembali dengan aspal yang lebih baik. “Ini untuk jangka panjang juga karena lubang yang ada menembus lapisan pertama aspal,” ujar Agung menjelaskan.
EDI FAISOL