TEMPO Interaktif, Jakarta - Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) kembali mempertanyakan komitmen pemerintah untuk menerapkan bea masuk anti dumping (BMAD) terhadap impor terigu asal Turki.
Direktur Eksekutif Aptindo Ratna Sari Loppies mengkritik pemerintah tidak konsisten menjalankan janjinya untuk mengenakan bea masuk anti dumping terhadap impor terigu asal Turki yang terus meningkat volumenya.
"Saat itu Menteri Perekonomian menjanjikan bea masuk anti dumping akan dikenakan setelah Presiden kembali dari Turki. Tapi, nyatanya sampai sekarang belum," katanya ketika dihubungi hari ini.
Impor gandum murah dari Turki, kata Ratna, terutama mengancam industri terigu dan makanan di daerah Jawa Tengah yang menerima impor paling banyak. Harga terigu asal Turki lebih murah dibanding harga terigu lokal. Sampai Oktober impor terigu asal Turki meningkat 22 persen.
Asosiasi mengajukan permintaan mengenaan bea anti dumping karena menurut catatan harga Turki lebih mahal di pasar dalam negeri. Terigu asal Turki di pasar domestik Turki sendiri dijual 19,67 sampai 21,98 persen lebih mahal.
Penerapan BMAD direkomendasikan oleh Komite Anti Dumping Indonesia tahun lalu. Rekomendasi tersebut juga telah ditindaklanjuti oleh Menteri Perdagangan melalui surat kepada Menteri Keuangan tertanggal 31 Desember 2009. Namun, sampai kini belum ada keputusan terkait penerapan BMAD.
Menurut catatan Aptindo terdapat enam eksportir dan produsen yang seharusnya dikenai BMAD. Mereka adalah Bafra Ens Un Yem Gida San Ve Ticaret AS yang akan dikenai BMAD sebesar 21,99 persen, Erister Gida Sanayi Ve Ticaret AS sebesar 19,67 persen, Marmara Un Sanayi AS 18,69 persen, Ulas Gida Un Textil Nakliye Ticaret 20,86 persen, Ulusoy Un Sanayi Ve Ticaret 20,28 persen, dan Lanilla 21,99 persen.
Hasil investigasi menunjukkan total produksi nasional turun 8,7 persen akibat impor terigu asal Turki. Sementara itu penjualan terigu domestik juga turun 2,22 persen.
KARTIKA CANDRA