TEMPO Interaktif, Jakarta -- Keputusan Bank Indonesia yang menetapkan rasio penyaluran kredit terhadap pihak ketiga atau loan-to-deposit ratio (LDR) dinilai keliru. Kalangan perbankan menilai kebijakan ini diambil Bank Indonesia lebih karena merespon tekanan pasar jangka pendek dan sekaligus tekanan politik.
“Tekanan secara politik untuk menumbuhkan sketor riil,” kata Ketua Umum Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional (Perbanas) Sigit Pramono dalam acara buka puasa bersama dengan wartawan perbankan di Hotel Le Meridien, Jakarta, Sabtu (4/9).
Menurut Sigit, kebijakan LDR ini lebih untuk merespon kritikan terhadap BI yang berhasil menjaga stabilitas moneter, namun sektor riil tidak bisa ikut menikmati kondisi tersebut. Meski begitu, ia mengaku kebijakan ini tidak akan mengebiri perbankan.
Bank Indonesia pada Jumat pekan lalu menetapkan rasio penyaluran kredit terhadap pihak ketiga atau LDR dengan batas bawah 78 persen dan batas atas 100 persen. Kebijakan ini akan dilakukan secara bertahap, yaitu Giro Wajib Minimum (GWM) primer mulai berlaku 1 November 2010 dan GWM LDR mulai berlaku 1 Maret 2011.
Bank-bank yang memiliki LDR di luar angka 78-100 persen akan dikenai disinsentif. Namun penalti tersebut tidak berlaku pada bank dengan rasio kecukupan modal di atas 14 persen. Bank yang memiliki LDR di luar kisaran target LDR akan dikenai disinsentif berdasarkan selisih LDR terhadap target.
Sigit mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan kredit tidak harus dengan mengkaitkannya dengan LDR. Terlebih lagi dengan mengkaitkan GWM dengan rasio penyaluran kredit terhadap pihak ketiga atau lLDR. “Saya sudah sampaikan ke Dewan Gubernur BI bahwa kebijakan itu tidak tepat,” katanya.
Menurut Sigit, LDR lebih untuk mengukur rasio likuiditas sebuah bank dan bukan rasio pertumbuhan kredit. Konsep ini, ujarnya, sudah salah kalau tujuannya ingin mendorong pertumbuhan kredit.
Bank Indonesia tidak perlu membuat kebijakan yang ruwet kalau ingin merangsang pertumbuhan kredit. Penetapan LDR ini, kata dia, justru bisa memunculkan gambaran yang menyesatkan. Dia mencontohkan sebuah bank tingkat loannya tidak besar namun pada saat yang sama dananya mengalami penurunan. “Ini kan bisa membuat LDR – nya naik, tapi inikan menyesatkan,” katanya.
Mestinya, kata Sigit, targetkan saja bank-bank untuk menyalurkan kredit sebanyak 20 persen. Sehingga kredit akan tumbuh dengan sendirinya. Pertumbuhan kredit bisa diukur dengan cara yang sederhana dan tidak perlu dengan menetapkan LDR.
IQBAL MUHTAROM