TEMPO Interaktif, Jakarta -Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan akan menolak penggunaan standard penilaian noncooperative jurisdiction dalam sektor perbankan. Menurut Agus, standar ini tidak tepat untuk digunakan dalam sektor perbankan.
"Kita ingin menyampaikan kepada forum G20 dalam melakukan assessment terhadap financial institution itu jnganlah memakai kriteria noncooperative jurisdiction. Karena bisa memakai terms yang lain," ujar Agus di kantornya kemarin sore.
Menurut Agus, penggunaan standar ini hanya cocok ditetapkan pada pelaksanaan anti
korupsi, anti pencucian uang, atau pemulihan aset hasil curian. "Kalau
untuk tiga hal itu saya setuju," ujarnya.
Ia juga beranggapan penggunaan standar ini untuk membuka data rahasia sektor perbankan tidak diperlukan untuk Indonesia karena transaksi dan tipe produk perbankan yang beredar di Indonesia tidak sekompleks transaksi dan tipe produk yang terdapat di negara-negara maju. "Indonesia tidak memiliki transaksi dan tipe produk yang begitu kompleks seperti negara maju, jadi tidak perlu itu," jelasnya.
Sebelumnya Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Hekinus Manao mengungkapkan bahwa pemerintah akan membentuk kelompok kerja untuk membahas hasil kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi G 20 di Toronto, Kanada, pekan lalu.
Salah satu kesepakatan yang akan dibahas adalah mengenai penerapan standar noncooperative jurisdiction bagi sektor perbankan. Penerapan standar ini, menurut Hekinus, dikarenakan negara-negara negara G20 menghawatirkan akan terjadinya goncangan
sektor keuangan yang disebabkan oleh ketertutupan data perbankan
sejumlah negara.
Menurut Hekinus, dengan standar ini, nantinya G20 akan memiliki kekuatan untuk Mengumukan negara-negara mana saja yang dinilai tidak kooperatif dalam upaya pembukaan data perbankan.
FEBRIYAN