TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi atau MK mengabulkan sebagian permohonan Partai Buruh dan Serikat Pekerja dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Salah satu permohonan yang dikabulkan oleh MK yakni pembatasan jangka waktu dalam perjanjian kerja waktu tertentu atau PKWT.
Hakim MK, Arsul Sani, yang membacakan putusan itu mengatakan, norma pasal 56 ayat (3) dalam pasal 81 angka 12 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja, menimbulkan ketidakadilan yang tidak bisa ditoleransi. Arsul Sani berujar, untuk memberikan perlindungan terhadap para pekerja atau buruh, maka aturan tersebut diubah dengan pengaturan perjanjian kerja waktu tertentu paling lama 5 tahun.
"Berdasarkan pertimbangan hukum, norma yang mengatur mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu merupakan norma yang sangat penting untuk diatur dalam undang-undang," ujar Arsul Sani melalui platform YouTube resmi Mahkamah Konstitusi RI, dikutip Sabtu, 2 November 2024.
Adanya tuntutan mengenai hal tersebut, para pemohon, yaitu Partai Buruh dan Serikat Pekerja menganggap ketentuan perjanjian kerja waktu tertentu tidak memberikan kejelasan perlindungan hukum. Arsul Sani mengatakan, perjanjian kerja waktu tertentu itu sebelumnya diadakan paling lama 2 tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.
"Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang," ucap dia.
Arsul Sani mengatakan, kedua belah pihak itu antara perusahaan dan para pekerja atau buruh. Menurut dia, para pekerja itu berada pada posisi yang lemah, yaitu sebagai orang yang membutuhkan suatu pekerjaan.
"Sehingga, filosofi asas kebebasan berkontrak yang merupakan salah satu syarat sahnya perjanjian menjadi tidak sepenuhnya terpenuhi," tutur Arsul Sani.
Lebih lanjut, ia menuturkan, kondisi para pekerja atau buruh bukan hanya hubungan keperdataan. Namun, kata Arsul Sani, hal tersebut menyangkut kepentingan luas terhadap publik hingga negara.
"Sehingga ada perbedaan tipis antara kepentingan pribadi dan kepentingan publik yang mengharuskan adanya pengaturan dan perlindungan secara adil oleh negara," kata dia.
Arsul Sani mengatakan, kepentingan itu juga terdapat dalam hak terhadap para pekerja buruh untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Hal tersebut, kata dia, seperti hak ekonomi, sosial, dan budaya yang harus ada campur tangan dari negara.
"Peran aktif negara salah satunya dilakukan melalui regulasi yang jelas dengan memberikan perlindungan bagi pekerja atau buruh," ujar Arsul Sani.
Pilihan Editor: Tanda Tangani Instruksi Menteri, Meutya Hafid: Berantas Judi Online Dimulai dari Lingkup Internal