TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menduga rencana pemerintah memberikan bantuan sosial (bansos) untuk kelas menengah sebagai kompensasi pembatasan penyaluran bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Apalagi rencana pembatasan yang semula dijadwalkan per 1 Oktober 2024 ternyata belakangan dibatalkan.
Kemudian, Bhima berujar, ada rencana perubahan skema penyaluran subsidi energi yang semula untuk barang menjadi subsidi tunai langsung kepada penerima. Sementara, tidak sedikit penerima subsidi energi yang berasal dari golongan kelas menengah.
Oleh sebab itu, ia menduga, rencana perluasan bansos untuk kelas menengah kemudian dihembuskan pemerintah untuk mencegah penurunan daya beli.
“Kalau bansos ini diambil dari penghematan subsidi energi, mungkin masih bisa dimaklumi,” ujar Bhima kepada Tempo, Selasa, 1 Oktober 2024. “Tapi, kalau sudah ada kompensasi untuk penghematan subsidi BBM ke cash transfer lalu ada program tambahan bansos, anggaran pemerintah harus dicek lebih dulu.”
Namun, Bhima mendukung rencana perluasan bansos untuk kelas menengah karena akan bermanfaat. Apalagi data Badan Pusat Statistik menunjukkan adanya penurunan jumlah kelas menengah ke kelas lebih rendah, yakni dari 57,33 juta orang pada 2019 menjadi 47,85 juta orang pada 2024.
Tanpa bantuan agar bisa memenuhi biaya hidup minimum, menurut Bhima, kelas menengah rentan masuk golongan miskin. Lagipula, bansos yang diberikan pemerintah untuk kelas menengah tidak akan lari ke luar negeri.
Menurut Bhima, bansos untuk kelas menengah akan berputar di dalam negeri dan menggerakkan ekonomi di dalam negeri. “Saya lebih mendukung ini ketimbang insentif, seperti pengampunan pajak untuk orang kaya, yang sebenarnya merupakan bansos tidak tepat sasaran,” tuturnya.
Hanya saja, Bhima mewanti-wanti agar bansos untuk kelas menengah harus tepat sasaran dan diawasi secara ketat. Ia mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mesti dilibatkan.
Begitu pula dengan masyarakat, yang aduannya mesti didengar. Pasalnya, sejumlah penyelewengan telah terjadi dalam penyaluran bansos selama ini. “Apalagi pada momen kritis menjelang pemilihan umum,” kata Bhima.
Selain itu, Bhima menambahkan, pemerintah mesti memperhatikan kekuatan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Menurutnya, pemerintahperlu melakukan refocusing dan realokasi anggaran untuk tahun depan.
Misalnya, dengan mengurangi anggaran untuk program makan bergizi gratis, pembangunan Ibu Kota Nusantara, dan megaproyek infrastruktur lainnya. Ia berujar, presiden terpilih Pilpres 2024 Prabowo Subianto masih memiliki waktu untuk mengotak-atik anggaran dengan APBN perubahan pada kuartal 1 tahun 2025.
“Tambahan bansos tanpa realokasi signifikan di APBN akan memberatkan dari sisi ruang fiskal. Apalagi kalau bansos dibiayai utang baru, sementara rasio pajak masih rendah,” ujar Bhima
Sebelumnya, rencana perluasan bansos untuk kelas menengah disampaikan Menteri Sosial (Mensos) Syaifullah Yusuf atau Gus Ipul. Ia berujar hal ini sedang didiskusikan. “Kami lagi mendalami, meskipun APBN diketok,” kata Gus Ipul di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 30 september 2024.
Gus Ipul juga akan lebih dulu memastikan ketepatan sasaran penerima bansos. Musababnya, data di lapangan yang sifatnya dinamis. Karenanya, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu pun berharap kerja sama dengan pemerintah daerah untuk sinkronisasi data penerima bansos.
“Apakah mungkin (penerima bansos) meninggal atau mungkin ada yang sudah tidak masuk lagi dalam kategori memperoleh bantuan,” ujarnya.
Pilihan Editor: Optimalkan Penyaluran Bansos, Menteri Sosial Gus Ipul Janji Pastikan Ketepatan Sasaran Penerima