TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) mengklaim telah merampungkan program optimasi lahan rawa seluas 40 ribu hektare di Merauke. Sekretaris Direkrorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto mengatakan dengan selesainya proses kontruksi optimasi lahan ini, petani bisa langsung mengolah lahan itu untuk menambah produksi padi.
"Alhamdulillah proses optimasi lahan rawa di Merauke hari ini sudah selesai. Dari yang ditargetkan 40 ribu hektare kontrak konstruksi, terealisasi 40 ribu hektare juga," ucap Hermanto dalam keterangan tertulis yang dikutip Selasa, 1 Oktober 2024
Optimasi lahan rawa seluas 40 ribu hektare itu dilakukan tersebar di 6 wilayah. Di antaranya Distrik Tanah Miring seluas 10.540 hektare, Distrik Kurik seluas 10.674 hektare, Distrik Semangga seluas 6.000 hektare, Distrik Malindo seluas 6.629, Distrik Merauke seluas 1.609, dan Distrik Jagebob seluas 4.549 hektare.
Pengerjaan konstruksi untuk optimasi lahan di Merauke meliputi pengerjaan jaringan irigasi, jembatan usaha tani dan pompa air. Dari rencana pengerjaan tiga infrastruktur itu, telah terealisasi pembangunan jaringan irigasi terealisasi 732.716 meter, jembatan usaha tani terealisasi 178 unit, dan pompa air 49 unit.
Penggunaan peralatan modern tidak hanya saat proses konstruksi. Menurut Hermanto, pengolahan lahan dan tanam juga akan menggunakan mekanisasi pertanian dengan menerjunkan alsintan modern. Dengan alat dan mesin pertanian modern, dia mengatakan para petani akan mampu mengelola lahan hingga 5 hektare per individu.
Hermanto menambahkan, program optimasi lahan akan terus berjalan dengan adanya pendampingan kepada petani. Pendampingan meliputi pengembangan budidaya padi hingga pemanfaatan alat dan mesin pertanian. "Program optimasi lahan rawa di Merauke ini memberikan harapan baru untuk menjadikan wilayah paling timur Indonesia ini sebagai lumbung pangan," kata Hermanto.
Pemerintah saat ini tengah menggarap program lumbung pangan atau food estate baru di Kabupaten Merauke, Papua Selatan. Megaproyek yang masuk dalam daftar proyek strategis nasional (PSN) itu memiliki luas 2,29 juta hektare atau 70 kali luas Jakarta.
Program ini terdiri dari pencetakan sawah pertanian, perkebunan tebu, serta pabrik gula dan bioetanol. Pemerintah mengklaim program ini bertujuan mewujudkan swasembada beras pada 2027 serta memenuhi kebutuhan gula dan pabrik bioetanol setahun kemudian.
Sebelumnya, dalam laporan Majalah Tempo, proyek food estate ini menghadapi berbagai kendala, mulai dari masalah lahan hingga dampak lingkungan.
Beberapa ahli menyebutkan bahwa lokasi proyek yang dicanangkan tidak sesuai dengan rencana awal, membuat implementasi sulit dilakukan. Selain itu, kekhawatiran tentang keberlanjutan proyek ini juga muncul, mengingat potensi kerusakan ekosistem lokal dan hilangnya keanekaragaman hayati yang sudah ada.
Politik juga menjadi faktor penting dalam perkembangan proyek ini. Presiden Jokowi dan presiden terpilih Prabowo Subianto, dalam berbagai kesempatan, terlibat dalam adu kebijakan terkait food estate. Masing-masing memiliki pandangan yang berbeda tentang cara terbaik untuk mengelola dan memajukan proyek ini. Perbedaan pendekatan ini dapat memperlambat kemajuan proyek dan memperburuk ketidakpastian di lapangan.
Pilihan Editor: Food Estate Merauke Kebanggaan Jokowi dan Prabowo Ternyata belum Punya Amdal, Kok Bisa?