TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum Bulog Sonya Mamoriska mengatakan ada kebutuhan mendesak untuk menyikapi produksi beras di tengah perubahan iklim. Dia menyebut metode pertanian dan distribusi tradisional tak akan memadai dalam situasi yang berkembang.
"Kita harus menyadari bahwa metode pertanian dan distribusi tradisional mungkin tidak lagi memadai. Jelas bahwa untuk menjamin masa depan beras, kita memerlukan solusi inovatif, berkelanjutan, dan kolaboratif," kata Sonya saat membuka Indonesia International Rice Conference (IIRC) 2024 di Nusa Dua, Bali, pada Kamis, 19 September 2024.
Tak hanya itu, Sonya menyebut perubahan iklim memengaruhi produksi beras secara global. Dia mengatakan hasil panen bisa terganggu dengan adanya cuaca ekstem dan kenaikan suhu.
“Salah satu tantangan yang paling mendesak adalah perubahan iklim dan produktivitas,” kata Sonya.
Selain itu, Sonya mengatakan harga dan produksi beras saat ini menjadi masalah yang mesti segera diatasi. Dia menyebut kondisi ini akan berdampak luas pada sistem pangan.
“Masalah penting saat ini, yaitu harga produksi yang dihadapkan pada berbagai masalah yang berdampak luas pada masyarakat lokal dan sistem pangan global,” kata dia.
Sonya menyebut acara yang akan berlangsung pada 19-21 September 2024 ini membahas isu perubahan iklim, gangguan ekonomi, ketegangan geopolitik yang berdampak pada produksi sekaligus distribusi beras.
“Ketahanan dalam konteks ini berarti lebih dari sekadar kelangsungan hidup, hal ini berarti mampu bertahan di tengah kesulitan dengan mengembangkan dan menerapkan solusi inovatif yang dapat mempertahankan produksi beras dalam menghadapi tantangan global ini,” kata Sonya.
Sonya mengatakan kegiatan ini merupakan inisiatif Perum Bulog untuk menghadirkan isu ketahanan pangan dari produksi beras di tengah tantangan global. Dia menyebut forum ini juga dalam rangka mengajak para pihak untuk berdiskusi tentang perubahan iklim yang menyebabkan sistem pangan lokal tidak stabil.
Oleh karena itu, dia menyebut perlu ada solusi, inovasi, dan kolaborasi yang berkelanjutan untuk menjamin masa depan beras. “Dalam kegiatan rice conference ini, kami mengundang berbagai pihak mulai dari pelaku industri perberasan, regulator pemerintahan hingga akademisi untuk membahas isu ini secara komprehensif."
Sementara itu, Country Director Untuk Indonesia and Timor-Leste, East Asia and Pacific World Bank, Carolyn Turk, mengatakan komoditas berasa merupakan elemen penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia, khususnya Indonesia. Dia berharap akan ada solusi dari berbagai masalah tentang beras agar bisa menghasilkan keberlanjutan pangan san kehidupan.
“Beras merupakan jantung dari ketahanan pangan global. Beras merupakan makanan pokok utama bagi seluruh umat manusia,” kata dia dalam pidatonya.
Badan Pangan Nasional Indonesia yang diwakili oleh Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Rachmi Widiarini menyebut menghadapi tantangan global ini institusinya berharap ada berkolaborasi semua pelaku industri pangan khususnya beras. Dia menyebut langkah ini untuk memperkuat hubungan tiap lembaga atau institusi.
“Berharap kolaborasi dari Bulog dengan segala stakeholders-nya dapat memperkuat serta melalui konferensi ini bisa bekerjasama dan merumuskan ide gagasan untuk dapat menghadapi tantangan global,” kata dia.
Pilihan Editor: Antisipasi Demurrage, Dirut Bulog: Saya Orang Lama di Pelabuhan