Pembiayaan syariah dan kredit UMKM tumbuh masing-masing sebesar 11,61 persen (yoy) dan 4,42 persen (yoy). Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit 2024 diprakirakan berada pada batas atas kisaran 10-12 persen.
Deputi Gubernur BI Juda Agung mengakui bahwa memang pertumbuhan kredit 11,40 persen, termasuk melambat jika dibandingkan pertumbuhan 12,40 persen pada Juli lalu. Menurut Juda, hal itu lebih banyak disebabkan oleh kredit valas. Karena apresiasi nilai tukar rupiah, maka kredit valas seolah-olah kecil. “Jadi 12,4 persen menjadi 11,4 persen sebenarnya masih kuat,” tuturnya.
Alasan lain mengapa pertumbuhan ini dinilai masih kuat adalah jika dilihat secara industri, total kredit yang disalurkan sudah mencapai 51 persen dari rencana bisnis bank-bank. Selain itu, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga masih berada di angka 7 persen. Alat likuid yang dimiliki bank pun dinilai masih cukup besar.
Kemungkinan ekspansi fiskal oleh pemerintah di kuartal IV juga besar, sehingga dapat mendorong penghimpunan DPK.
Terakhir, penurunan suku bunga acuan BI atau BI Rate juga dinilai akan mendorong demand for credit dan cost of fund yang semakin murah.
BI telah memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,00 persen untuk September 2024. BI juga menurunkan suku bunga deposit facility menjadi 5,25 persen dari sebelumnya 5,5 persen, dan suku bunga lending facility menjadi 6,75 persen dari sebelumnya 7 persen.
Sebelumnya, BI Rate berada di angka 6,25 persen. BI mempertahankan angka tersebut selama beberapa bulan setelah menaikkannya sebesar 25 basis poin pada 24 April 2024.
Pilihan Editor: KKP Berencana Bangun Pabrik Bahan Baku Susu Ikan di Pekalongan