Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Peneliti BRIN: Siaga Bencana Sudah Jadi Budaya Nenek Moyang Kita

Reporter

Editor

Yudono Yanuar

image-gnews
Foto udara menggambarkan masjid terlihat utuh di antara bekas bangunan di sekitarnya yang rata dengan tanah setelah tersapu badai tsunami di Lhok Nga, Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Selasa, 4 Januari 2005. Dok.TEMPO/ Hariyanto
Foto udara menggambarkan masjid terlihat utuh di antara bekas bangunan di sekitarnya yang rata dengan tanah setelah tersapu badai tsunami di Lhok Nga, Aceh Besar, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Selasa, 4 Januari 2005. Dok.TEMPO/ Hariyanto
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa menyebutkan budaya siaga bencana telah ada sejak zaman nenek moyang tinggal di wilayah  Nusantara.

Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Jumat, 30 Agustus 2024, Nuraini mengatakan, hal tersebut dibuktikan oleh adanya berbagai istilah lokal dalam menamai fenomena kebencanaan tertentu, seperti lindhu di Jawa yang berarti gempa, atau oni di Mentawai, Sumatera Barat, yang berarti gelombang tsunami.

"Itu yang harus kita gunakan dan jadi kultur kita, karena ini bukan hal baru sebetulnya. Nenek moyang kita sudah ada budaya hidup dalam dinamika alam, ada bahasa lokal untuk gempa dan tsunami," katanya.

Nuraini menilai adanya budaya siaga bencana tersebut merupakan proses adaptasi masyarakat terhadap bencana, karena Indonesia berada di wilayah yang dinamis, berbentuk kepulauan, dan berada di pertemuan lempeng-lempeng bumi.

Di wilayah Bayah, Banten, katanya, terdapat cerita kearifan lokal yang dtuturkan secara turun temurun, di mana ada kisah bahwa Bayah akan di-kumbah (dicuci) dengan gelombang, kemudian harus bergerak ke wilayah Kiarapayung.

"Ternyata, wilayah itu memang wilayah yang relatif lebih tinggi dan aman dari tsunami," ujarnya.

Nuraini mengemukakan adanya kebiasaan yang diturunkan oleh para sesepuh saat menghadapi bencana alam, seperti dengan memperhatikan perilaku satwa yang menjadi aneh menjelang terjadinya bencana alam. Seperti satwa yang tiba-tiba bergerak dari dataran tinggi ke rendah saat akan terjadi erupsi gunung berapi.

Menurut dia, hal tersebut merupakan upaya yang harus dilestarikan oleh masyarakat, sebagai upaya sadar bencana, sehingga dapat meminimalisasi risiko kebencanaan dan menyelamatkan lebih banyak nyawa jika terjadi bencana alam.

"Sejak zaman nenek moyang kita ini ada kulturnya, maka jangan sampai terkikis. Kita ini tinggal di daerah yang dinamis, berada di tengah-tengah pertemuan lempeng bumi. Megathrust pasti ada, tetapi kita bisa kok beradaptasi. Jadikan itu budaya, itu yang perlu kita internalisasi," tuturnya.

Gempa Megathrust Tidak Dapat Diprediksi Waktunya

Dalam bagian lain penjelasannya, Nuraini Rahma Hanifa mengatakan tidak ada waktu pasti soal kapan gempa Megathrust terjadi di Indonesia atau di bagian Bumi yang lain. 

"Jika ada informasi tentang tanggal, bulan, dan tahun kapan gempa akan terjadi maka bisa dipastikan itu hoaks, tapi kalau peristiwa Megathrust memang benar ada. Bisa terjadi, kapan? mau lima menit lagi, 100 tahun lagi, itu bisa terjadi," kata Nuraini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meskipun belum dapat diprediksi secara spesifik, Nuraini memaparkan bencana gempa besar seperti Megathrust bisa terjadi lagi di waktu yang akan datang, karena bencana tersebut pernah ada di wilayah Indonesia pada zaman dahulu.  

Adapun lokasi bencana ini, diprakirakan bisa terjadi di sebelah barat Pulau Sumatera hingga selatan Pulau Jawa, mengingat daerah tersebut merupakan daerah pertemuan antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia yang rawan akan guncangan.

Nuraini memaparkan adanya siklus tertentu pada gempa-gempa besar, seperti gempa Megathrust. Ia menyebut semakin besar gempanya, maka akan semakin lama juga siklusnya.

Menurut dia, gempa besar yang melanda Aceh pada 2004 memiliki siklus hingga 600 tahun sekali. Meski demikian, siklus tersebut hanya berlaku di titik gempa yang sama, setiap titik memiliki siklus gempanya masing-masing.

"Pergerakan lempeng itu bisa kita ukur, besar energi juga, tapi bagaimana caranya dilepaskan kita gak tahu. Jadi bisa saja dilepaskan seperti gempa Pangandaran yang (kekuatannya) kecil-kecil, bisa juga besar seperti gempa Aceh," ujarnya.

Nuraini mengatakan, masing-masing tempat juga memiliki pergeseran. Sebagaimana Pulau Jawa yang memiliki potensi pergeseran lempeng bumi rata-rata sebesar 6cm per tahun, dengan siklus gempa yang diprakirakan terjadi setiap 400-600 tahun sekali, serta potensi pergeseran lempeng yang bisa dikeluarkan secara bertahap, maupun secara sporadis.

"Kalau 400 tahun dikali 6cm maka 24m ya, kalau 24m itu dia mau gerak sekaligus, kita sudah menghitung kita mendapatkan angka (potensi gempa) pada skala 8,8 Magnitudo, itu kalau satu segmen Selat Sunda. Tapi kalau satu segmen Pulau Jawa, maka dia berada pada 9 Magnitudo, mirip seperti gempa Aceh dan Jepang," katanya.

Namun demikian, dengan kekuatan gempa yang sama seperti di Aceh, Nuraini menyoroti gempa dan tsunami di Tohoku, Jepang, pada 2011, memiliki korban jiwa yang lebih sedikit, yaitu 17 ribu jiwa, sekitar 10 persen dari korban jiwa yang ada di Aceh.

Hal ini karena mitigasi bencana yang tepat, sehingga dapat mengurangi risiko kebencanaan untuk dapat menyelamatkan nyawa lebih banyak lagi jika terjadi gempa.

Pilihan Editor Kelas Menengah Indonesia Rentan Miskin, Jokowi: Semua Negara Sama

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Megawati Sambangi Rusia, Mencuat Wacana St Petersburg University Bangun Kampus di RI

3 jam lalu

Presiden ke-5, Megawati Soekarnoputri, saat memberi kuliah umum di Hari Ulang Tahun ke-300 Universitas Saint Petersburg, Rusia, pada Senin, 16 September 2024. Megawati menyampaikan kuliah bertema Tantangan Geopolitik dan Pancasila sebagai Jalan Tata Dunia Baru kepada mahasiswa di universitas tersebut. Foto: Humas PDIP
Megawati Sambangi Rusia, Mencuat Wacana St Petersburg University Bangun Kampus di RI

Megawati mengatakan Indonesia butuh bantuan dalam proses ilmu dasar bidang nuklir, metalurgi, kimia, nanoteknologi, bioteknologi dari Rusia.


Heboh Gempa Beruntun di Berau dan Tensor G4 Google dalam Top 3 Tekno

9 jam lalu

Peta pusat gempa M2,8 di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, Jumat malam, 24 Februari 2024. ANTARA/HO-BMKG
Heboh Gempa Beruntun di Berau dan Tensor G4 Google dalam Top 3 Tekno

Gempa berkekuatan M5,5 yang diikuti belasan lindu susulan di Berau, Kaltim, mengisi Top 3 Tekno pada Senin, 16 September 2024.


Waspada Banjir Rob Supermoon 18 September, Ada Potensi Gerhana Parsial

12 jam lalu

Penampakan supermoon yang dikenal sebagai bulan biru dan
Waspada Banjir Rob Supermoon 18 September, Ada Potensi Gerhana Parsial

Peristiwa Supermoon diwarnai potensi banjir rob di pesisir Indonesia. Sementara di luar negeri, Supermoon akan dibayangi gerhana bulan parsial.


18 Gempa Beruntun di Berau Kaltim, BMKG: Mirip Insiden pada 1921

13 jam lalu

Gempa M5,5 di Berau Kalimantan Timur, pada Ahad malam, 15 September 2024, diikuti sebanyak 18 kali gempa susulan (Dok. BMKG)
18 Gempa Beruntun di Berau Kaltim, BMKG: Mirip Insiden pada 1921

Gempa M5,5 di Berau, Kalimantan Timur, diikuti 18 kali lindu susulan. Wilayah tersebut punya riwayat gempa besar di masa lalu.


Warga Berau dan Daerah Lain di Kaltim Dikejutkan Gempa Darat M5,5: Terasa Banget

1 hari lalu

Ilustrasi gempa. REUTERS
Warga Berau dan Daerah Lain di Kaltim Dikejutkan Gempa Darat M5,5: Terasa Banget

Belum ada konfirmasi dari BMKG atas info guncangan gempa Berau yang sampai juga ke kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN).


Dua Kali Gempa Darat dari Berau Guncang Kalimantan Timur Malam Ini, Simak Penjelasan BMKG

1 hari lalu

Peta pusat gempa Kaltim, 15 September 2024. X.com/BMKG
Dua Kali Gempa Darat dari Berau Guncang Kalimantan Timur Malam Ini, Simak Penjelasan BMKG

Data dari BMKG kembali membuktikan Kalimantan, terutama Kaltim di mana Ibu Kota Nusantara (IKN) tengah dibangun tak bebas dari ancaman gempa.


Gempa M5,1 dari Laut Kidul Jawa Barat Guncang Sukabumi Sampai Bandung

1 hari lalu

Ilustrasi gempa bumi
Gempa M5,1 dari Laut Kidul Jawa Barat Guncang Sukabumi Sampai Bandung

Gempa tektonik bermagnitudo 5,1 mengguncang wilayah Sukabumi hingga Bandung. BMKG mencatat terjadi pada Ahad sore, 15 September 2024 pukul 16.54 WIB.


Gempa M5,7 dari Tapanuli Utara, Dirasakan sampai ke Aceh dan Sumbar

1 hari lalu

Ilustrasi gempa. geo.tv
Gempa M5,7 dari Tapanuli Utara, Dirasakan sampai ke Aceh dan Sumbar

Guncangan gempa berkekuatan Magnitudo 5,7 dirasakan sebagian warga di Sumatera Utara juga Aceh pada Minggu pagi ini, 15 September 2024.


Peneliti Minta Pemasangan Chattra Candi Borobudur Dibatalkan, Ini Alasannya

2 hari lalu

Candi Borobudur. Foto: Canva
Peneliti Minta Pemasangan Chattra Candi Borobudur Dibatalkan, Ini Alasannya

Kementerian Agama menunda pemasangan chattra di stupa induk Candi Borobudur, yang semula dijadwalkan untuk diresmikan pada 18 September 2024


Info BMKG, Dua Kali Sabtu Bali-Lombok Digoyang Gempa

2 hari lalu

Peta pusat gempa Bali-Lombok berkekuatan M 4,4 pada 14 September 2024. BMKG
Info BMKG, Dua Kali Sabtu Bali-Lombok Digoyang Gempa

Gempa terkini telah menggetarkan sebagian Bali dan Nusa Tenggara Barat pada Sabtu pagi, 14 September 2024.