TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) Agus Riyanto mengomentari kinerja satuan tugas (satgas) pengawasan barang tertentu yang diberlakukan tata niaga impor, dinilai masih lambat dan belum efektif. “Satgas ini hanya mempublikasi melalui konferensi pers tanpa menindak satupun perusahaan, gudang maupun pemilik usaha tersebut,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu, 17 Agustus 2024.
Ia menyayangkan tak adanya kabar pengungkapan atau penangkapan pelaku yang merusak ekosistem tekstil nasional. “Kami melihat bahwa kinerja satgas ini masih lambat, dibuktikan dengan penyidikan dan penindakan selama ini tidak optimal,” kata Agus.
Agus menganggap, terdapat beberapa indikasi permasalahan pada kinerja satgas, mulai dari koordinasi yang buruk, kurangnya data, serta sumber daya yang terbatas. Ia juga menyebutkan, satgas impor barang harusnya dibentuk diatas Keppres, bukan Kepmendag. “Kalau memang tidak optimal, lebih baik bubarkan saja. Lalu ganti dengan Keppres, bukan Kepmendag,” katanya.
Dengan begitu, menurut dia, ada kewajiban yang mengharuskan pertanggung jawaban langsung ke Presiden, yang dimaksud dengan reformasi satgas, alih-alih sekadar pencitraan. “Kurangnya data pada satgas ini perlu dikolaborasikan dengan berbagai pihak, namun kurangnya sumber daya ini kan jadi PR tersendiri,” ujarnya.
Pada hasil kinerja satgas yang pertama, diketahui Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan beserta anggota satgas melakukan penindakan barang impor ilegal yang nilainya kurang lebih Rp 40 Miliar. “Impor ilegal tekstil dan produk tekstil ini ditengarai menjadi salah satu penyebab dari banyaknya pabrik tekstil yang mengalami kerugian hingga kebangkrutan,” katanya.
Sejalan dengan itu, AMTI sudah melakukan unjuk rasa dan mendesak supaya pemerintah betul-betul serius untuk melindungi industri tekstil dalam persaingan yang sehat di pasar domestik. Salah satunya aksi yang dilakukan di depan Kantor Menteri Keuangan dan Dirjen Bea Cukai pada tanggal 17 Juli tepat sebulan lalu.
Ratusan peserta unjuk rasa tersebut berasal dari berbagai kalangan, di antaranya yaitu IKM Tekstil, para pekerja dan juga puluhan mahasiswa. Dari unjuk rasa itu, peserta aksi menuntut pemerintah bertanggungjawab atas banyaknya PHK serta maraknya impor ilegal barang tekstil.
Agus meminta agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera memberantas impor tekstil ilegal dengan menutup akses impor borongan mengingat selama ini impor boronganlah yang menjadi biang kerugiaan negara dan industri tekstil nasional. “Industri tekstil harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ujarnya.
Kemendag telah menerbitkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 932 tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor. Bersamaan dengan peraturan yang terbit 18 Juli 2024 itu, dibentuk satgas dengan keanggotaan meliputi Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kejaksaan Agung serta Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pilihan editor: Gaji PNS Naik Bertahap di 2025, Bappenas: Prioritaskan Guru, Nakes, dan TNI/Polri