TEMPO.CO, Jakarta - PT Aneka Tambang Tbk. atau Antam (ANTM) buka suara usai Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola 109 ton emas. "Perusahaan memastikan bisnis logam mulia Antam dan bisnis Antam secara keseluruhan berjalan normal," kata Corporate Secretary Division Head PT Antam, Syarif Faisal Alkadrie, dalam keterangan resminya kepada Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui surat, pada Senin, 22 Juli 2024.
Sebelumnya pada 19 Juli 2024, BEI telah menyurati Antam untuk meminta penjelasan atas pemberitaan di media massa soal penetapan tujuh tersangka. "Antam menghormati proses hukum yang sedang berjalan dan berkomitmen untuk bekerja sama dengan pihak-pihak yang terkait, jika terdapat hal-hal yang diperlukan," tutur Syarif.
Sebagai perusahaan publik dan bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) holding industri pertambangan, Antam terikat dengan berbagai ketentuan dan secara reguler diawasi oleh instansi atau lembaga pemerintah yang berwenang. Syarif menyebut, perusahaan senantiasa berkomitmen menerapkan praktik bisnis sesuai dengan tata kelola bisnis yang baik. "Serta terus melakukan perbaikan dengan mematuhi peraturan yang berlaku."
Pada 18 Juli 2024, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola 109 ton emas Antam selama periode 2010-2021. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengatakan penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah memeriksa 89 orang saksi.
"Ditemukan ada bukti permulaan yang cukup terhadap tujuh orang saksi ini," kata Harli dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan pada Kamis malam, 18 Juli 2024.
Enam dari tujuh tersangka adalah perseorangan yakni LE, SL, SJ, JT, GAR, dan HKT. Sementara itu, satu tersangka lain inisial DT merupakan Direktur PT JTU. "Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat, dua tersangka yaitu SL dan GAR ditahan 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung," kata Harli. Adapun lima tersangka lainnya menjadi tahanan kota karena faktor kesehatan.
ANNISA FEBIOLA | AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan editor: Tolak Rencana Wajibkan Asuransi Kendaraan Tahun Depan, Serikat Pekerja Angkutan: Tak Sebanding dengan Pendapatan Kami