TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyatakan penguatan dolar yang menekan beberapa nilai tukar termasuk rupiah yang terjadi saat ini akan berdampak pada belanja subsidi pemerintah. Beban akan bertambah pada belanja subsidi yang menggunakan denominasi mata uang asing seperti listrik dan bahan bakar minyak (BBM) yang sebagian bahannya impor.
Dalam menyusun APBN 2025 pemerintah masih menggunakan asumsi rupiah di bawah Rp 16.000, sehingga akan ada dampak bagi anggaran subsidi. “Maka nanti ada yang disebut efek rembesan dari rupiah yang bergerak ke dalam,” ujarnya dalam konferensi pers RAPBN 2025 di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin 24 Juni 2024.
Jika tidak ada perubahan kebijakan, bendahara negara mengatakan volume subsidi tetap akan ditetapkan sesuai dengan Undang-Undang APBN yang menggunakan penghitungan asumsi kurs saat ini. Meski demikian ia mengakui terjadi penyimpangan atau deviasi. “Harga minyak sesuai dengan asumsi, tapi juga ada deviasi,” kata dia.
Berdasarkan penghitungan tersebut, Pertamina dan PLN akan menagih anggaran subsidi kepada pemerintah tiap kuartal. Pemerintah akan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk membantu proses audit dan penghitungan.
Dalam penghitungan akan dilihat alokasi itu mempengaruhi berapa banyak dari volume yang sudah ditetapkan, khususnya di tengah perubahan harga maupun kurs yang terjadi. “Sedapat mungkin kita akan membayar sesuai keuangan negara,” ujarnya.
Untuk saat ini menurut dia, volume subsidi energi masih sesuai yang ditetapkan pada anggaran yakni Rp 300 triliun. Pemerintah masih akan terus memantau alokasi anggaran tersebut, akan memengaruhi berapa banyak dari volume yang sudah ditetapkan dengan perubahan harga maupun kurs yang terjadi saat ini.
Pilihan Editor: Sri Mulyani Lapor Jokowi Usai Bertemu Tim Sinkronisasi Prabowo