TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa pekan belakangan ini nilai rupiah melemah terhadap dolar AS terus terjadi hingga hampir menembus Rp 16.500. Bank Indonesia alias BI sebagai Banks sentral yang berperan vital dalam menjaga stabilitas sistem keuangan pun mengambil beberapa langkah untuk mengerem laju rupiah agar tidak makin anjlok.
Dilansir dari laman resminya, Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan terkait dengan fungsi sebagai Lender of Last Resort (LoLR), yaitu otoritas yang berwenang menyediakan likuiditas pada saat krisis.
Berdasarkan Undang-undang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), tujuan Bank Indonesia adalah mencapai stabilitas nilai Rupiah, memelihara stabilitas sistem pembayaran, dan turut menjaga stabilitas sistem keuangan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Untuk diketahui, pada awal perdagangan Jumat pagi 21 Juni 2024 , rupiah merosot 41 poin atau 0,25 persen menjadi Rp16.471 per dolar AS dari penutupan perdagangan sebelumnya sebesar Rp16.430 per dolar AS
Sementara itu, dalam Sidang Dewan Gubernur BI pada 20 Juni 2024 diambil keputusan bahwa tidak ada kenaikan bunga. BI mempertahankan suku bunga acuan BI-7 Day Reverse Repo Rate 6,25 persen. Setidaknya untuk sebulan mendatang BI akan mencoba mempertahankan nilai rupiah hanya melalui operasi pasar.
Menanggapi tentang anjloknya nilai tukar rupiah, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan bahwa pihaknya akan mengoptimalkan seluruh instrumen moneter untuk menstabilkan rupiah.
Langkah BI itu termasuk peningkatan intervensi di pasar valas serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah BI (SRBI), Sekuritas Valas BI (SVBI), dan Sukuk Valas BI (SUVBI).
“Kami terus berada di pasar, berulang kali kami sampaikan, kami akan terus ada di pasar,” ujar Perry, usai rapat Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis sore, 20 Juni 2024.
Perry menyebut bahwa BI telah melakukan intervensi dengan menggunakan cadangan devisa yang saat ini posisinya sebesar 139 miliar dolar AS.
Dilansir dari Antara, Perry menjelaskan bahwa cadangan devisa tersebut dikumpulkan saat terjadi aliran modal yang masuk ke Indonesia (inflow) dan dimanfaatkan ketika keluarnya modal asing dari Indonesia (outflow), dalam rangka menjaga stabilitas rupiah. Lebih lanjut, di bawah koordinasi Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), BI juga berupaya mempertahankan stabilitas Surat Berharga Negara (SBN) dengan membeli SBN dari pasar sekunder.
BI kemudian memanfaatkan instrumen jangka pendek yaitu Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) guna menarik arus masuk valuta asing dan mengurangi arus keluar dengan tujuan memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah. “Sampai saat ini terjadi inflow dari penerbitan SRBI. Jumlahnya besar Rp179,86 triliun itu inflow dari asing yg membeli SRBI, dan itu menambah pasokan di valas,” kata Perry.
Langkah lain yang ditempuh Bank Indonesia adalah dengan terus berkoordinasi dengan pemerintah terkait Devisa Hasil Sumber Daya Alam (DHE SDA). Dari jumlah DHE SDA yang masuk sebesar Rp13 miliar, sebanyak Rp3,9 miliar disalurkan ke BI.
Di samping itu, Perry juga mengatakan bahwa secara fundamental mata uang RI trennya bakal menguat. Dia menyinggung inflasi Indonesia yang saat ini dikatakan melandai di angka 2,8 persen, pertumbuhan ekonomi cukup tinggi di 5,1 persen, hingga kredit meningkat ke angka 12 persen, dan imbal hasil investasi Indonesia juga baik.
“Inflasi kita rendah, growth bagus, kreditnya bagus," kata Perry.
SUKMASARI | DANIEL. A FAJRI | BI
Pilihan editor: Penyebab Rupiah Melemah Menurut Bank Indonesia dan Pakar Ekonomi, Salah Satunya karena Modal Asing Keluar