TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Staf Kepresidenan, Moeldoko, meyakini bahwa program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) tidak akan mengalami nasib yang sama seperti kasus korupsi Asabri.
Dalam konferensi pers di Jakarta, 31 Mei 2024, Moeldoko menegaskan bahwa Tapera adalah simpanan yang aman dan tidak akan hilang, bukan iuran atau potongan penghasilan.
"Pemerintah ingin memastikan Tapera tidak mengalami hal yang seperti Asabri. Dengan dibentuknya Komite Tapera, saya yakin pengelolaannya akan lebih transparan, akuntabel, karena semua bentuk investasi Tapera ada yang kontrol yakni Komite dan OJK," kata Moeldoko, dilansir dari Antara.
Moeldoko juga mengungkapkan bahwa kurangnya transparansi di Asabri menyebabkan korupsi, berbeda dengan Tapera yang diawasi ketat. Menyoal kasus korupsi Asabri, banyak pula yang mengaitkannya dengan kasus Jiwasraya. Berikut adalah kilas balik kronologi kedua kasus tersebut.
Kilas Balik Kasus Asabri
Kasus mega korupsi yang melibatkan PT Asabri telah menjadi sorotan sejak 2023, ketika terungkap bahwa Benny Tjokrosaputro terlibat dalam kasus tersebut.
Berdasarkan surat tuntutan, nilai kerugian negara mencapai Rp22.788 triliun. Benny awalnya dituntut hukuman mati oleh JPU, namun dalam putusan pengadilan, ia dinyatakan tidak bersalah. Hal ini disebabkan beberapa alasan, termasuk pelanggaran asas penuntutan oleh JPU dan kurangnya bukti yang cukup.
Hakim memutuskan bahwa perbuatan korupsi Benny terjadi saat negara dalam situasi aman, bukan dalam keadaan darurat. Selain itu, karena ia telah dihukum seumur hidup dalam kasus Jiwasraya, hukuman yang dijatuhkan untuk kasus Asabri adalah nihil.
"Karena terdakwa sudah dijatuhi pidana seumur hidup dalam perkara PT Asuransi Jiwasraya, maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah pidana nihil," kata Hakim Ketua IG Eko Purwanto saat membacakan pertimbangan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kamis, 12 Januari 2023.
Meskipun tuntutan mati diatur dalam undang-undang, hakim menjelaskan bahwa hukuman mati bersifat opsional dan tidak ada keharusan untuk menjatuhkannya. Benny juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 6,08 triliun.
Kilas Balik Kasus Jiwasraya
Kasus Jiwasraya menjadi salah satu skandal keuangan terbesar di Indonesia. Permasalahan dimulai sejak 2011 ketika laporan keuangan Jiwasraya tidak mencerminkan angka yang wajar. Pada 2014, meskipun tengah menghadapi masalah keuangan, Jiwasraya mampu mensponsori klub sepak bola Manchester City, menimbulkan tanda tanya besar.
Menurut artikel dari Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, dan Akuntansi), kondisi keuangan Jiwasraya sempat membaik berkat produk JS Saving Plan dengan pendapatan Rp 21 triliun. Namun, pada 2018, ketidakberesan kembali muncul ketika direktur utama dan direktur keuangan Jiwasraya dicopot. Asmawi Syam, yang kemudian menjabat sebagai direktur utama, melaporkan keanehan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN.
Audit oleh PricewaterhouseCoopers (PwC) menemukan bahwa laporan keuangan 2017 mengalami koreksi signifikan dari laba Rp 2,4 triliun menjadi Rp 428 miliar. Pada Agustus 2018, Menteri BUMN mempertemukan direksi untuk menyelidiki penyebab potensi gagal bayar kepada nasabah dan mengundang BPK serta BPKP untuk melakukan audit investigasi.
Oktober 2018, Jiwasraya mengumumkan ketidakmampuan membayar klaim polis jatuh tempo sebesar Rp 802 miliar. Direksi baru, Hexana Tri Sasongko, mengungkapkan bahwa perusahaan membutuhkan dana Rp 32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas, sementara aset hanya Rp 23,26 triliun dan kewajiban mencapai Rp 50,5 triliun.
Pada November 2019, Menteri BUMN Erick Thohir melaporkan indikasi kecurangan ke Kejaksaan Agung setelah menemukan laporan keuangan yang tidak transparan dan investasi buruk pada saham-saham. Pemeriksaan perseroan meningkat menjadi penyidikan kasus korupsi pada Desember 2019, mengungkapkan bahwa Jiwasraya menempatkan 95% dana investasi pada aset berisiko.
Kasus ini berlanjut hingga 2021, dan pada 25 Agustus 2021, enam terdakwa dijatuhi hukuman penjara dan denda atas kasus korupsi dan pencucian uang yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 16 triliun. Mereka adalah Heru Hidayat, Syahwirman, Joko Hartono, Hary Prasetyo, Rahim Hendrisman, dan Benny Tjokrosaputro. Keputusan ini dikeluarkan oleh Mahkamah Agung.
PUTRI SAFIRA PITALOKA (MAGANG PLUS) | MOHAMMAD HATTA MUARABAGJA
Pilihan Editor: Moeldoko Dukung Penuh Tapera sampai Meyakini Tak Berakhir seperti Kasus Korupsi Asabri