TEMPO.CO, Jakarta - Pro dan kontra pemberian THR untuk pengemudi ojol atau ojek online terus bergulir. Kementerian Ketenagakerjaan tetap pada pendirian bahwa pemberian THR sebatas imbauan, pihak perusahaan Grab dan Gojek berkukuh ojol bukan pekerja tapi mitra sehingga tidak berhak atas THR. Sementara Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menilai ada ikatan kerja antara penyedia aplikasi dan driver, sehingga berhak atas THR.
Namun terlepas dari isu ini, jumlah driver ojol baik mobil atau sepeda motor, saat ini diperkirakan sudah mencapai 4 juta orang. Angka ini pernah diungkapkan Calon Wapres Mahfud Md, yang saat kampanye berjanji akan memberikan perlindungan hukum bagi 4 juta pengemudi ojek daring.
"Dalam siasatan kami yang terakhir, jumlah driver (pengemudi) itu sekitar empat juta di Indonesia, dan ini harus mendapat perlindungan dan kepastian hukum. Tidak boleh diulur-ulur terus," kata Mahfud dalam acara Tabrak, Prof! di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, 5 Februari 2024.
Jika menganut ketentuan pemerintah dalam pembayaran THR untuk karyawan swasta, yaitu sebesar upah satu bulan gaji bagi yang sudah bekerja di atas 12 bulan, biaya yang dikeluarkan perusahaan aplikasi bisa puluhan triliun rupiah.
Misalnya dengan mengacu pada UMR DKI Jakarta yang Rp5 juta, maka THR bisa mencapai Rp20 triliun.
Kabar Terakhir Soal THR Ojol
Kementerian Ketenagakerjaan berkukuh pada keputusannya bahwa pemberian tunjangan hari raya tersebut baru sebatas imbauan karena hubungan kerja antara penyedia aplikasi dan driver adalah kemitraan bukan ikatan berdasar kontrak kerja.
Komisi IX DPR RI mendorong Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk menyiapkan aturan terkait perlindungan dan jaminan sosial bagi mereka. "Komisi IX DPR RI mendorong Kemenaker untuk memastikan bahwa seluruh pekerja atau buruh mendapatkan THR Keagamaan Tahun 2024," kata Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene dalam rapat kerja, Selasa, 26 Maret 2024.
Menaker Ida Fauziyah mengatakan, Kemnaker akan menyiapkan aturan mengenai pekerja hubungan kemitraan seperti pengemudi transportasi daring atau ojek online (ojol) yang juga mengatur mengenai tunjangan hari raya (THR) untuk mereka.
"Belum ada pengaturan tentang pekerja dengan status kemitraan oleh karena itu tadi Komisi IX salah satu di antara kesimpulannya meminta atau mendorong kepada Kementerian Ketenagakerjaan untuk menyiapkan regulasi terkait perlindungan dan jaminan sosial bagi pekerja berbasis kemitraan," kata Ida kepada wartawan usai rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Selasa.
Gojek dan Grab menolak memberikan Tunjangan Hari Raya kepada mitra pengemudinya, dengan alasan bahwa para pengemudi ojo bukan pegawai dengan Perjanjian Kerja dengan Waktu Tertentu (PKWT) atau bentuk lain dari hubungan kerja yang diatur secara formal.
Wakil Ketua Umum Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Muhammad Hanif Dhakiri seteuju dengan Grab dan Gojek. Ia menilai kurang tepat memasukkan pengemudi ojol dalam cakupan Surat Edaran Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
"Hubungan mitra pengemudi ojol dengan perusahaan aplikasi adalah hubungan kemitraan yang menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua, kemitraan masuk ke dalam kategori Pekerja di Luar Hubungan Kerja, sehingga tidak termasuk dalam kategori pekerja yang wajib menerima THR," ujar Hanif.
Sementara Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menolak keputusan Kementerian Ketenagakerjaan yang tidak mewajibkan penyedia aplikasi memberikan THR bagi para pengemudinya karena terdapat hubungan kerja antara pengemudi ojol dengan perusahaan, sehingga statusnya dapat dikatakan sebagai pekerja.
Ketua SPAI, Lily Pujiati menyatakan, bahwa aturan itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal itu mengatur bahwa hubungan kerja merupakan hubungan antara pengusaha dengan pekerja, berdasarkan perjanjian kerja yang memiliki unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Karena itu, perusahaan ojol harus tunduk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 yang menetapkan bahwa THR Keagamaan wajib dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan rata-rata upah yang diterima dalam satu tahun terakhir sebelum Hari Raya.
"THR Keagamaan wajib dibayarkan kepada pekerja sebesar rata-rata upah yang diterima dalam 1 tahun terakhir sebelum Hari Raya," kata Lily dalam keterangannya kepada Tempo, Kamis, 21 Maret 2024.
TIM TEMPO | ANTARA
Pilihan Editor Bulog Terapkan Skema Komersial untuk Penyerapan Gabah dan Beras dari Petani Solo Raya