TEMPO.CO, Jakarta - Silang pendapat berhak tidaknya pekerja berbasis kemitraan seperti driver ojol Grab dan Gojek serta kurir mendapat THR dari perusahaan, membuat Komisi IX DPR RI mendorong Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk menyiapkan aturan terkait perlindungan dan jaminan sosial bagi mereka.
"Komisi IX DPR RI mendorong Kemenaker untuk memastikan bahwa seluruh pekerja atau buruh mendapatkan THR Keagamaan Tahun 2024," kata Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene dalam rapat kerja di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 26 Maret 2024.
Komisi IX menggelar rapat kerja dengan Kemenaker dengan agenda penjelasan pelaksanaan THR Idulfitri 1445 Hijriah bagi pekerja, evaluasi perlindungan jaminan sosial bagi pekerja, terutama Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) 2023, strategi dan sinergitas dengan BPJS Ketenagakerjaan serta pihak lain pada tahun 2024.
Felly menjelaskan Komisi IX mendorong Kemenaker untuk melakukan kajian dan sinergi terhadap implementasi Inpres Nomor 2 Tahun 2021 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Terutama bagi Pekerja Rentan.
Selain itu, Komisi IX DPR mendorong Kemenaker agar melakukan kajian perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Program Jaminan Kematian dalam Rangka Ketahanan Program.
Masalah THR bagi pekerja dengan status kemitraan seperti driver ojek online mencuat setelah Kementerian Tenaga Kerja mengeluarkan imbauan kepada perusahaan untuk memberikan tunjangan hari raya kepada mitranya.
"Mari kita maknai bahwa ini adalah niat baik kami, memang tidak masuk atau bukan dalam konteks kewajiban sebagaimana yang diatur dalam PP maupun Permenaker Nomor 6 Tahun 2016," kata Ida Fauziyah.
Namun pernyataan itu memicu pro dan kontra. Gojek dan Grab sebagai perusahaan ojol terbesar menolak memberikan THR karena para mitra driver, demikian mereka menyebut pengemudi, tidak terikat sebagai Pekerja Kontrak dengan Waktu Tertentu (PKWT) yang berhak atas THR.
Hal itu didukung Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), yang menilai THR bagi pengemudi ojol kurang tepat karena hubungan kemitraan dengan perusahaan aplikasi.
Wakil Ketua Umum Ketenagakerjaan Kadin Indonesia Muhammad Hanif Dhakiri di Jakarta mengatakan kurang tepat bahwa pengemudi ojol masuk dalam cakupan Surat Edaran Menaker Nomor M/2/HK.04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
"Hubungan mitra pengemudi ojol dengan perusahaan aplikasi adalah hubungan kemitraan yang menurut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua, kemitraan masuk ke dalam kategori Pekerja di Luar Hubungan Kerja, sehingga tidak termasuk dalam kategori pekerja yang wajib menerima THR," ujar Hanif, 19 Maret 2024.
Namun pihak Serikat Pekerja Angkutan Indonesia(SPAI) menilai pengemudi ojek online atau ojol dan kurir berhak mendapatkan tunjangan hari raya atau THR Idulfitri 2024 sesuai imbauan Kementerian Ketenagakerjaan karena ada hubungan kerja antara pengemudi ojol dengan perusahaan, sehingga statusnya dapat dikatakan sebagai pekerja.
Ketua SPAI Lily Pujiati menyatakan, bahwa aturan itu sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam pasal itu mengatur bahwa hubungan kerja merupkan hubungan antara pengusaha dengan pekerja, berdasarkan perjanjian kerja yang memiliki unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
"Dalam hal pengemudi ojol, selama ini dalam pekerjaan sehari-harinya, ketiga unsur itu ada di dalam aplikasi buatan aplikator yang digunakan pengemudi," kata Lily dalam keterangannnya, Senin, 25 Maret 2024.
Berikutnya: Tidak Ada THR untuk Driver Ojol Tahun Ini