TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah merencanakan peningkatan subsidi pupuk dan memberikan diskon pada pupuk nonsubsidi sebagai tanggapan terhadap kenaikan harga beras belakangan ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menyetujui langkah-langkah tersebut. Subsidi pupuk akan ditambah menjadi Rp 14 triliun, sementara pupuk nonsubsidi akan didiskon sekitar 40 persen dari harga normal.
“Maka tadi diputuskan, subsidi pupuk di tambahkan menjadi Rp 14 triliun,” ujarnya, di Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, pada Senin, 26 Februari 2024.
Airlangga menyatakan, pemerintah akan mempermudah distribusi pupuk dengan menggunakan KTP untuk memenuhi kebutuhan pupuk secara masif dan mendukung produksi beras di semester kedua tahun ini.
“Kemudian tadi saya usulkan dan Bapak Presiden menyetujui bahwa nanti pupuk non subsidi itu akan diberikan diskon, kira kira 40 persen, sehingga kebutuhan pupuk bisa disediakan secara masif,” kata Airlangga.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, menambahkan bahwa jumlah kuantitas pupuk dari anggaran 2024 akan dinaikkan menjadi 9,55 juta ton, untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan pupuk dan produksi beras.
“Diputuskan dalam rapat atas arahan dan keputusan bapak Presiden, jumlah kuantum pupuk dari anggaran 2024 4,7 juta ton dinaikkan menjadi 9,55 juta ton,” kata Amran.
Langkah-langkah ini diambil untuk memastikan produksi beras cukup, dengan hasil panen dari penanaman Desember 2023-Januari 2024 yang diperkirakan mencapai 3,5 juta ton. Terkait diskon harga pupuk nonsubsidi, pihaknya masih berkoordinasi dengan Menteri BUMN Erick Thohir, tetapi dipastikan bahwa hal tersebut sudah disetujui oleh Presiden Jokowi.
“Tanaman kita di bulan Desember Januari Februari itu kurang lebih di atas 1 juta hektare artinya apa produksinya itu 3,5 juta ton diperkirakan di bulan Maret,” kata Amran.
Yusuf Wibisono, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS), menyoroti kenaikan harga beras menjelang Ramadan 2024. Menurutnya, tren harga pangan yang masih tinggi dapat berkontribusi signifikan pada tingkat inflasi.
Yusuf mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kenaikan harga pangan, terutama beras, yang saat ini mengkhawatirkan. Pada tahun 2023, inflasi Indonesia mencapai 2,31 persen, yang merupakan yang terendah dalam 23 tahun terakhir, tetapi inflasi pangan mencapai 6,73 persen, hampir tiga kali lipat lebih tinggi.
"Kenaikan harga pangan yang melonjak tinggi saat ini, terutama beras, adalah mencemaskan," ujar Yusuf saat dihubungi Tempo, dikutip pada Selasa, 27 Februari 2024.
Ia menjelaskan bahwa gelombang kenaikan permintaan pangan, yang biasanya diikuti oleh kenaikan harga, biasanya terjadi sebelum Ramadan. Yusuf menyoroti beberapa faktor yang menjadi penyebab kenaikan harga beras, salah satunya adalah kondisi cuaca El Nino yang mengganggu produksi beras.
Meskipun begitu, Yusuf menegaskan bahwa pemerintah terlalu membesar-besarkan dampak El Nino dan menganggapnya sebagai satu-satunya faktor dalam kenaikan harga beras. Ia menyoroti bahwa kenaikan harga beras telah terjadi sejak pertengahan 2022 dan menilai bahwa ada masalah struktural serius di balik hal ini.
Yusuf menekankan bahwa kenaikan harga beras yang konsisten dalam 1,5 tahun terakhir menunjukkan adanya masalah dalam kapasitas produksi beras nasional. Produksi beras Indonesia stagnan dalam 5 tahun terakhir dengan kecenderungan menurun, turun dari 33,9 juta ton pada 2018 menjadi 31,5 juta ton pada 2022, dan diproyeksikan hanya mencapai 30,9 juta ton pada 2023. Impor beras juga mencapai level tertinggi dalam 25 tahun terakhir pada 2023.
"Harus ada langkah drastis dalam kebijakan perberasan nasional untuk meningkatkan produksi beras dalam jangka pendek," kata Yusuf.
MICHELLE GABRIELA MOMOLE | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan Editor: Harga Beras di Era Jokowi Tembus Rp 18 Ribu Per Kg, Rekor Termahal Sepanjang Sejarah