TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi menyoroti tingkat literasi keuangan pelajar yang lebih rendah ketimbang tingkat inklusi keuangan.
Dari hasil survei yang dilakukan OJK, kata Friderica, diketahui level inklusi yang melampaui tingkat literasi keuangan itu menandakan bahwa banyak yang menggunakan produk jasa keuangan, tetapi masih belum paham jika ditanya apa produk jasa keuangan yang digunakan.
Oleh sebab itu, menurut dia, edukasi keuangan terhadap generasi muda sangat penting agar mereka tidak terjerat oleh penipuan-penipuan yang bertebaran. Hal ini disampaikan Friderica dalam Kegiatan Edukasi Keuangan Bagi Pelajar tingkat SMA/sederajat di Indonesia Banking School, Jakarta, Senin, 22 Januari 2024.
Friderica kemudian mencontohkan banyak generasi muda yang menjadi korban karena tergiur ajakan Doni Salmanan, seorang influencer, atas kasus penipuan investasi bodong trading platform Quotex. Begitu pula dengan penipuan investasi bodong robot trading Auto Trade Gold (ATG) dari influencer bernama Wahyu Kenzo.
Ia pun menganggap ada sejumlah mentalitas yang menyebabkan anak-anak muda mudah tergiur untuk mengikuti ajakan-ajakan influencer dan orang-orang semacamnya. Mulai dari Fear of Missing Out (FOMO), You Only Live Once (YOLO), hingga Fear of Other People's Opinions (FOPO).
Berikutnya Friderica mencontohkan mentalitas FOPO yang dimiliki anak muda dapat menyebabkan mereka dengan mudah mengajukan pinjaman online, tetapi ternyata ilegal. Ia lalu menceritakan sebuah kasus tentang seorang pemuda sedang makan bersama pacarnya, lalu tiba-tiba teman dari yang perempuan datang dan diajak ikut makan.
“Cowoknya langsung jantungnya mau copot karena uang yang di kantongnya cuma cukup buat makan dua orang, tapi karena gengsi akhirnya jempolnya bergerak di bawah meja mengajukan pinjaman online yang cuman 10 menit uangnya cair," kata Friderica.
Dari awalnya hanya mengajukan pinjaman Rp 1,5 juta, kata dia, tapi karena meminjam ke pinjol ilegal, utang yang harus dibayar kemudian beranak-pinak. "Sampai akhirnya end up dengan berapa? Rp150 juta. Karena terus berbunga, ketika macet, tiba-tiba ada pinjol lain ilegal yang menawarkan,” ucap Friderica.
Karena bunga berbunga dari pinjaman itu, kata Frideria, akhirnya pemuda tersebut terganggu karena dikejar-kejar debt collector dan orang tuanya stres. Padahal si pemuda itu sebentar lagi akan lulus kuliah dan mencari pekerjaan. “Jadi hati-hati ya, adik-adik," ujar Friderica
Lebih jauh, Friderica juga memaparkan tingkat literasi dan inklusi keuangan para pelajar di bawah rata-rata nasional. Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) yang dilakukan OJK pada tahun 2022, indeks literasi dan inklusi keuangan pelajar masing-masing sebesar 47,56 persen dan 77,8 persen. Indeks tersebut berada di bawah indeks literasi dan inklusi keuangan secara nasional, yaitu sebesar 49,68 persen dan 85,1 persen.
“Kalau ditanya 10 orang pelajar, kira-kira 4-5 itu paham tentang literasi keuangan, sementara sisanya tidak atau belum paham tentang literasi keuangan, dan seterusnya," ujar Friderica. "Kalau inklusi, sekarang sekitar 77, ini artinya kalau dari 10 anak pelajar atau mahasiswa ditanya, 7 di antara sudah punya produk keuangan."
ANTARA
Pilihan Editor: Ini Kata OJK soal Adanya 12 Bank yang Melanggar Aturan KUR