TEMPO.CO, Jakarta - Partai Buruh bersama Serikat Petani Indonesia (SPI) menyerukan enam sikap dan tuntutan terhadap pemerintah dan mendesak untuk menghentikan impor beras. Keenam hal tersebut diserukan saat massa menggelar aksi unjuk rasa di depan Kementerian Pertanian dan Badan Pangan Nasional, pada Jumat, 19 Januari 2024. Keputusan pemerintah dinilai merugikan para petani.
“Harga pupuk mahal, harga benih mahal. Tolak impor beras, tolak impor beras sekarang juga,” seru para petani dan buruh, dalam aksi unjuk rasa hari ini.
Sebelumnya, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih menyebutkan tentang tingginya ketergantungan pangan Indonesia.
“Untuk beras, impor sebesar 3,3 juta ton pada tahun 2023 merupakan impor beras terbesar yang dilakukan pemerintah, dalam 25 tahun terakhir sejak tahun 1998,” ujar Henry, dalam Diskusi Kelompok Terarah SPI pada Kamis, 18 Januari 2024.
Melansir dari data yang dihimpun SPI, sejak impor beras tahun ini bergulir akhir 2023 lalu, harga gabah ditingkat petani sudah mulai mengalami penurunan dari rentang harga Rp. 7 ribu sampai 8.600 per kilogram, menjadi sekitar Rp 6 ribu per kilogram pada awal Januari 2024. Situasi tersebut mencerminkan bahwa pendekatan pemerintah Indonesia terhadap ketahanan pangan justru meningkatkan tingkat ketergantungan terhadap impor.
Serikat Petani Indonesia (SPI) dan Partai Buruh kemudian menilai bahwa solusi untuk masalah pangan terletak pada Kedaulatan Pangan, dengan salah satu prinsipnya adalah pemenuhan hak, termasuk hak atas tanah, benih, air, dan faktor produksi lainnya. Sementara itu, dalam konteks ketahanan pangan, mereka mempertanyakan keputusan impor yang sedang didorong oleh pemerintah.
Melalui keterangan resmi, berikut enam tuntutan SPI dan Partai Buruh dalam aksi unjuk rasa:
1. Tolak Impor Beras
SPI dan Partai Buruh menegaskan penolakan terhadap kebijakan impor beras, mengingat dampaknya pada harga gabah dan beras di tingkat petani, terutama saat memasuki masa panen raya di semester pertama tahun 2024. Tuntutan juga mencakup pencabutan UU Cipta Kerja, serta pengembalian pasal-pasal yang mendukung petani, seperti UU Pangan, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.