TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah ditutup melemah tipis, yakni 9 poin ke level Rp 15.490 per dolar AS pada Kamis sore, 4 Januari 2024. Sebelumnya, rupiah sempat melemah 70 poin ke level Rp 15.481 per dolar AS.
“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah diprediksi fluktuatif namun ditutup melemah di kisaran Rp 15.470 hingga Rp 15.550 per dolar AS,” ujar analis sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, dalam keterangan tertulis, Kamis.
Dalam laporannya, Ibrahim menyoroti sejumlah data perekonomian Amerika Serikat yang mendorong dolar dan menekan rupiah. Data pada Rabu menunjukkan manufaktur AS mengalami kontraksi lebih lanjut pada Desember. “Meskipun laju penurunannya lambat, sementara lowongan pekerjaan AS turun untuk bulan ketiga berturut-turut pada November menunjukkan berkurangnya kondisi pasar tenaga kerja,” tuturnya.
Data terbaru yang menunjukkan melemahnya perekonomian AS, kata Ibrahim, terus mendukung spekulasi penurunan suku bunga The Fed tahun ini. Namun, meningkatnya ekspektasi terhadap skenario soft-landing di negara dengan perekonomian terbesar ini telah membuat para pedagang terpecah mengenai kecepatan dan skala pelonggaran dari bank sentral AS.
“Penilaian pasar saat ini menunjukkan sekitar 72 persen kemungkinan bahwa The Fed akan mulai menurunkan suku bunganya pada bulan Maret, dibandingkan dengan peluang 90 persen pada minggu lalu, menurut alat CME FedWatch,” kata analis itu.
Sementara laporan non-farm payrolls AS yang diawasi ketat akan dirilis besok, Jumat, yang kemungkinan akan memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai seberapa besar ruang yang dimiliki The Fed untuk menurunkan suku bunganya.
Dari sisi internal, Ibrahim menyoroti para pengamat yang memprediksi utang pemerintah pada 2024 akan tembus Rp 8.600 triliun. “Hal tersebut bisa terlihat dari besaran utang jatuh tempo dan beban bunga utang yang sebagian akan dibayar dengan penerbitan utang baru,” ucapnya.
Per November 2023, utang pemerintah tercatat Rp 8.041 triliun. Sementara rasio utang terhadap PDB tercatat 38,11 persen. Angka tersebut turun dari posisi Desember 2022 yang sebesar 39,7 persen. Sedangkan dari sisi indikator risiko mata uang alias currency risk, proporsi utang Indonesia dalam valuta asing juga terus menurun.
Pilihan Editor: Pekerjaan Rumah Anies, Prabowo, dan Ganjar soal Keamanan Siber Jika Terpilih jadi Presiden