TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kebijakan hilirisasi yang dijalankan pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi belum matang dan mesti dievaluasi. Hal tersebut disampaikan Ketua Kebijakan Publik Apindo Sutrisno Iwantono.
Menurut Iwantono, nilai tambah yang dihasilkan dari hilirisasi mesti dinikmati Indonesia, terutama oleh masyarakat lokal. Hal tersebut, belum tercapai dari kebijakan hilirisasi saat ini. Padahal, hilirisasi di Indonesia dijalankan dengan kebijakan larangan ekspor bahan mentah.
"Konsep hilirisasi sudah oke," kata Iwantono ketika ditemui di Gedung Permata Kuningan Jakarta, Kamis, 21 Desember 2023. "Tapi, jangan sekadar kita mengundang (investor) dari luar masuk untuk hilirisasi, tapi nilai tambahnya juga diambil dia, kayak bauksit itu."
Iwantono juga menyoroti soal insentif pajak yang diberikan pemerintah kepada investor asing tersebut. Pembebasan pajak membuat investor asing meraup untung lebih banyak, sedangkan Indonesia tidak mendapat pemasukan. Padahal, investor asing itu juga membawa hasil dari sumber daya yang dimiliki Indonesia.
"Bahkan, tenaga kerja pun banyak dari mereka, yang sebenarnya kita bisa (sediakan). Pajak bebass sekian lama, nilai tambah tidak kita terima, bukan hilirisasi semacam itu yang kita harapkan," ujar Iwantono.
Iwantono mengatakan, hilirisasi bertujuan untuk menghasilkan nilai tambah. Artinya, nilai tambah itu harus memanfaatkan bahan lokal dan bisa menciptkan lapangan pekerjaan bagi warga lokal. Hasil produksinya juga tidak hanya menjadi penerimaan pemerintah, tetapi turut menjadi perputaran ekonomi dalam negeri. "Kalau tidak seperti itu, buat apa ada hilirisasi?" tuturnya.
Kebijakan hilirisasi memang menimbulkan polemik, terutama pada hilirisasi nikel. Kebijakan ini sempat dikritik ekonom senior Universitas Indonesia, Faisal Basri. Beberapa waktu lalu, Faisal menyebut bahwa hilirisasi nikel hanya menguntungkan Cina.
Faisal pernah mengatakan bahwa keuntungan yang didapat Indonesia atas kebijakan hilirisasi nikel hanya sekitar 10 persen. Sedangkan 90 persen sisanya masuk ke Cina. Dia berujar, 95 persen bijih nikel di Indonesia digunakan perusahaan-perusahaan di Cina. Harga yang dijual pun hanya setengah dari harga dunia senilai kurang lebih US$ 80.
Hilirisasi juga disebut-sebut tidak berdampak signifikan terhadap penurunan angka kemiskinan masayrakat lokal di wilayah industri smelter nikel. Bahkan, Direktur Hilirisasi Minerba Kementerian Investasi Hasyim Daeng tidak membantah hal tersebut. Menurutnya, itu memang menjadi tantangan yang dihadapi pemerintah.
"Saya sudah di beberapa tempat bicara, dan (masalah kemiskinan) itu memang selalu menjadi isu," kata Hisyam ketika ditemui di sela acara Tempo Electric Vehicle and Battery Conference di Jakarta, Selasa, 21 November 2023. "Memang masih ada problematika sosial."
Kendati demikian, Hisyam mengatakan pemerintah bakal berupaya agar kehadiran investasi di sektor hilirisasi nikel bisa berdampak secara ekonomi. Terutama, bagi ekonomi masyarakat di sekitar kawasan industri hilirisasi tersebut.
"Kami coba agar kehadiran investasi bisa menciptakan pertumbuhan ekonomi, memberi kesempatan masyarakat lingkar tambang untuk ikut kerja, UMKM juga bisa terlibat," kata Hisyam. Namun, ia tidak merinci langkah konkret yang bakal dilakukan untuk masyarakat atau pelaku UMKM tersebut.
"Kami coba terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa investasi yang masuk ini bukan investasi kecil dan tetap bakal beri kontribusi ekonomi," ujar dia.
Pilihan Editor: Rencana Menteri KKP Buka Keran Ekspor Benur Lobster Dikritik: Tak Sesuai Hilirisasi Jokowi