Bhima menjelaskan dominasi sektor pertambangan yang ekstraktif ini memang telah terjadi sejak Indonesia belum merdeka. Pertama saat zaman penjajahan Jepang, ia berujar pertama kali di Tarakan terjadi eksploitasi migas. Kemudian di era Orde Baru terjadi eksploitasi besar-besaran, mulai dari timah hingga batu bara. Bahkan terjadi fenomena ekstraksi dari berbagai sumber daya di sektor kehutanan saat itu.
"Jadi kok sejak ratusan tahun yang lalu sampai hari ini, struktur ekonomi kita itu tidak jauh-jauh dari ekstraktif," kata dia.
Imbasnya, Bhima mengungkapkan ketika harga komoditas melonjak saat pandemi, orang yang semakin kaya adalah pengusaha dari sektor pertambangan. Yakni dari sektor mineral kritis atau hasil dari program hilirisasi.
Sehingga perekonomian Indonesia, ujarnya, hanya berputar-putar pada sektor yang sifatnya ekstraktif. Sementara sektor ini memiliki dampak terhadap volatilitas pertumbuhan ekonomi.
Karena itu, ia berharap pemimpin Indonesia selanjutnya dapat melakukan perubahan terhadap persoalan ini. Setidaknya, kata dia, konsisten dalam 10 tahun ke depan untuk melakukan transisi dari struktur ekonomi yang ekstraktif ke struktur ekonomi hijau.
RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan editor: Capres Didesak Konsisten Transisi ke Ekonomi Hijau, Ekonom: Dampaknya 2 Kali Lipat Pertambangan