TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Usman Kansong buka suara soal kasus kabar bohong atau hoaks selama masa kampanye Pemilu. Menurut dia, jumlah kasus hoaks yang ditemukan Kominfo bertambah tetapi tidak banyak.
"Kan, baru pekan ketiga kampanye. Itu tidak banyak. Kalau ditotal sejak Januari sampai 13 Desember 2023 itu total 171 hoax," kata Usman ketika ditemui di The Ritz Carlton Jakarta pada Senin, 18 Desember 2023.
Usman tidak merinci jumlah hoaks selama tiga pekan masa kampanye. Namun, ia mengklaim jumlah hoax saat ini menurun dibanding Pemilu sebelumnya. "Dibanding Pemilu 2019, jauh sekali karena banyak faktor. Salah satunya literasi digital," katanya.
Lebih lanjut, Usman mengatakan Kominfo telah menindak konten-konten hoax tersebut. Mulai dari memberi stampel "Hoax" hingga takedown.
Namun, untuk menyeret pelaku ke pidana, Kominfo bekerja sama dengan aparat penegak hukum. Khusus Pemilu, kata dia, Kominfo berkolaborasi dengan Polri, Kejaksaan, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang tergabung dalam Tim Penegakan Hukum Terpadu atau Gakumdu.
"Urusan kami dengan kontennya. Bukan Kominfo yang menjadikannya tersangka," kata Usman. "Sejauh ini juga belum ada yang ke ranah pidana. Cuma kami takedown dan stempel 'hoax'."
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria menambahkan, masyarakat mesti lebih berhati-hati dengan informasi yang diakses di tengah momentum Pemilu saat ini. Ia mengimbau masyarakat tidak menyebar disinformasi dan misinformasi.
"Rantainya harus kita putus," kata Nezar.
Menurut Nezar, sebagai konsumen informasi, masyarakat harus bisa menyaring konten yang mereka akses. Masyarakat harus bisa mengidentifikasi kualitas informasi yang mereka dapat.
"Misalnya konten too good to be true begitu, ya. Kan kita tahu kalau konten tidak masuk akal, pokoknya meragukan, coba cek dulu sumbernya," kata Nezar. "Supaya kita tahu ini hoax atau tidak."
Nezar mengatakan hal tersebut mesti dilakukan karena kemampuan seseorang melakukan disinformasi semakin canggih, misalnya menggunakan AI atau deepfake. Ia pun mengaku beberapa kali mendapat hoax.
"Ya, tapi itu tadi, saya pakai pembenahan, kayaknya ini too good to be true," ujar Nezar.
Beberapa waktu lalu, Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan mengatakan penyebaran hoaks dan disinformasi patut menjadi kekhawatiran bersama. Sebab, hoaks Pemilu dapat menurunkan kualitas demokrasi. Selain itu, berpotensi memecah belah persatuan bangsa.
Pilihan Editor: Awas! Penipu BNI Rekrutmen Sebar Hoaks Lewat Media Sosial dan Email, Jangan Percaya