TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif atau Kemenparekraf menilai perlunya kajian lebih dalam terhadap Rancangan Peraturan Pemerintah turunan dari Undang-Undang (UU) No.17/2023 tentang Kesehatan atau RPP Kesehatan. Rancangan aturan yang saat ini dalam tahap perumusan ini dinilai berpotensi membawa dampak negatif bagi industri kreatif di Indonesia.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Industri Kreatif Kemenparekraf Syaifullah Agam. Ia menjelaskan, dalam konteks potensi PHK massal, dampak lebih serius akan sangat mungkin terjadi pada industri kreatif jika RPP Kesehatan disahkan.
Sedikitnya ada enam subsektor industri terkait dengan industri tembakau, yaitu subsektor desain, film/video, musik, penerbitan, periklanan, dan penyiaran (TV dan radio), yang secara kolektif mempekerjakan lebih dari 725.000 tenaga kerja.
“Jadi jelas ancaman PHK kepada pelaku ekonomi kreatif di subsektor ini sangat besar bila RPP ini disahkan karena industri kreatif seperti konser musik dan event menjadi salah satu sektor yang akan sangat dirugikan," tuturnya saat dihubungi Tempo, pada Selasa, 28 November 2023..
Selain itu, Syaifullah juga menyoroti multiplier effect yang sangat besar bakal pupus padahal sebelumnya dihasilkan industri tersebut mulai dari sektor perhotelan, makanan dan minuman, transportasi, pedagang asongan hingga baliho.
Lebih lanjut, Syaifullah menjelaskan bahwa dampak negatif juga dapat terjadi pada sektor lain yang terkait dengan industri kreatif. Industri tembakau memberikan kontribusi sekitar 20 persen dari total pendapatan media digital di Indonesia dan mencapai nilai ratusan miliar per tahun.
Ia menyebutkan iklan rokok, baik di media digital maupun media luar ruangan, menjadi penyumbang terbesar dalam industri periklanan di Indonesia. Dengan pembatasan atau larangan iklan rokok, menurut dia, bakal menimbulkan dampak signifikan terhadap media digital, terutama dengan kehadiran platform over the top (OTT) seperti Google dan Facebook.
Oleh sebab itu, menurut dia, setiap keputusan pemerintah sebelumya sebaiknya mempertimbangkan dukungan dari berbagai sektor, meskipun mungkin akan berdampak pada salah satu sektor. “Kemenparekraf berharap ada solusi dari rencana pengesahan RPP Kesehatan, sehingga tidak ada salah satu sektor yang dirugikan dan masyarakat bisa punya dampak baik dengan lahirnya RPP Kesehatan ini,” ucapnya.
Rencana pemerintah untuk menerbitkan aturan baru turunan dari Undang-undang (UU) No 17/2023 tentang Kesehatan dalam bentuk PP ini sebelumnya menuai sejumlah respons dari berbagai pihak. Pasalnya, dalam draf kebijakan bakal mengatur ketat salah satunya pengendalian serta pelarangan iklan serta sponsorship serta peraturan penjualan produk tembakau dan rokok elektrik.
Selain itu, setiap individu yang terlibat dalam produksi, impor, dan/atau distribusi produk tembakau dan rokok elektronik akan diwajibkan memiliki izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Asosiasi Periklanan dan Industri Media Kreatif sebelumnya juga telah menyoroti rencana pembatasan waktu siaran iklan produk tembakau di televisi. Awalnya, waktu siaran iklan produk tembakau diatur mulai pukul 21:30 hingga 05:00.
Sedangkan RPP ini berencana mengubah waktu siaran iklan produk tembakau menjadi pukul 23:00 sampai pukul 03:00. Keputusan ini mendapat kritik tajam, terutama karena dampaknya terhadap pendapatan iklan dan eksposur produk tembakau.
Selain itu, terdapat pasal larangan iklan produk tembakau total terhadap semua aktivitas di media elektronik dan luar ruang, termasuk larangan total terhadap kegiatan kreatif dan kegiatan musik, tanpa memperhatikan batasan usia penonton yang hadir.
Pilihan Editor: RPP Kesehatan Atur Pengendalian Rokok, Juru Bicara Sri Mulyani: Kami Ikut Beri Masukan