TEMPO.CO, Jakarta - Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS adalah pangkalan data induk masyarakat yang memerlukan pelayanan kesejahteraan sosial, pemberdayaan dan penerima bantuan sosial (bansos), serta potensi dan sumber kesejahteraan sosial. DTKS dikelola oleh Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial (Pusdatin Kesos) dengan pemutakhiran data oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia melalui Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial-Next Generation (SIKS-NG) sejak 2017.
DTKS dijadikan acuan dalam program pengentasan fakir miskin dan penyelenggaraan kegiatan kesejahteraan sosial lainnya. Data dari DTKS digunakan untuk menyasar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) program bansos Kementerian Sosial (Kemensos), seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)/Kartu Sembako, Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Sosial Tunai (BST).
Agar terdaftar dalam DTKS, masyarakat harus mempunyai data identitas yang berimbang dengan data Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), termasuk golongan keluarga miskin, dan diusulkan oleh pemerintah kabupaten (pemkab)/pemerintah kota (pemkot) melalui kelurahan/desa.
Lantas, bagaimana cara daftar DTKS?
Syarat Daftar DTKS
Berdasarkan Keputusan Menteri Sosial No. 146/HUK/2013 tentang Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu, terdapat 11 kriteria kemiskinan yang harus dipenuhi rumah tangga penerima bansos. Berikut rinciannya:
- Tidak memiliki sumber mata pencaharian dan/atau bersumber mata pencaharian, tetapi tidak memiliki kemampuan memenuhi kebutuhan dasar.
- Memiliki pengeluaran sebagian besar untuk konsumsi makanan pokok dengan sangat sederhana.
- Tidak mampu atau mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan ke tenaga medis, kecuali Puskesmas atau disubsidi pemerintah.
- Tidak sanggup membeli pakaian satu kali dalam satu tahun untuk setiap anggota rumah tangga.
- Memiliki kemampuan untuk menyekolahkan anak hingga jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama.
- Dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu, kayu, atau tembok dengan kualitas rendah atau tidak baik, termasuk tembok berlumut atau sudah usang maupun tembok tidak diplester.
- Lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, kayu, semen, atau keramik dengan kondisi kualitas rendah atau tidak baik.
- Atap bangunan tempat tinggal terbuat dari ijuk, rumbia, genteng, seng, atau asbes dengan kondisi kualitas rendah atau tidak baik.
- Memiliki penerangan bangunan tempat tinggal bukan dari listrik atau listrik tanpa meteran.
- Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi per orang.
- Memiliki sumber air minum berasal dari mata air atau sumur tak terlindung, air sungai, air hujan, atau lainnya.