Keenam, merekognisi dan mengatur tentang keberadaan lembaga dan profesi pendukung dan penunjang perkoperasian sebagai suatu ekosistem terpadu. Dia mencatat sda setidaknya 21 lembaga dan profesi yang terlibat dalam membangun koperasi.
"Untuk itu pemerintah mengoordinasikan sinergi penyelenggaraan ekosistem perkoperasian melalui perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, serta pembinaan dan pemberdayaan koperasi," katanya.
Fokus ketujuh adalah peningkatan pelindungan anggota dan badan hukum koperasi melalui penerapan sanksi pidana. Ia mengatakan hal itu diperlukan karena banyak terjadi penyelewengan dan penyimpangan koperasi yang merugikan anggota.
Ditambah, menurut dia, banyak terjadi penyalahgunaan badan hukum koperasi yang merugikan masyarakat. Dengan demikian, ia menilai hal tersebut dapat dikurangi dengan penerapan sanksi pidana.
Sementara itu, anggota DPD RI Dapil NTB H Achmad Sukisman Azmy sepakat UU Perkoperasian harus direvisi karena sudah berumur lebih dari 30 tahun. "Terlebih lagi, dengan melihat kemajuan teknologi saat ini, agar koperasi bisa bertahan dengan bagus. Perlu juga pengawasan koperasi diperkuat," kata Sukisman.
Sukisman mengatakan ada beberapa permasalahan koperasi yang sebaiknya dimasukkan juga ke dalam perubahan UU Perkoperasian, di antaranya terkait kurangnya minat berkoperasi, keterbatasan sumber daya manusia, hingga banyak muncul piutang macet. Masalah koperasi lainnya, ujar Sukisman, adalah kurangnya pengawasan kepada pengurus koperasi, hingga pengelolaan arsip koperasi yang kurang efektif.
Anggota DPD lainnya dari Kalimantan Barat, H Sukiryanto, juga mendorong agar revisi UU Perkoperasian ini dapat memecahkan persoalan penting yang membelit koperasi. Misalnya, terkait perlindungan anggota. Menurutnya, LPS harus hadir sehingga apabila ada pengurus koperasi yang nakal, anggota koperasi tidak sampai menjadi korban.
Pilihan Editor: Dinamika Perekonomian Global 2023 Cenderung Buruk, Gubernur BI Ungkap Alasannya